Rabu 24 Mar 2021 16:12 WIB

Bulog Berharap Penugasan Pemerintah Soal Beras Seimbang

Konsumsi beras terjadi sepanjang tahun namun produksi tidak terjadi sepanjang tahun

Rep: Dedy Darmawan Nasution / Red: Hiru Muhammad
Petugas Perum Bulog cabang Indramayu memeriksa stok beras impor di Gudang Bulog Tegalgirang, Bangodua, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (23/3/2021). Stok beras impor 2018 dari Vietnam masih melimpah hingga mencapai 5.000 ton yang disebabkan belum seluruhnya tersalurkan sejak terhentinya program beras miskin (raskin) dan beralih ke program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Foto: Dedhez Anggara/ANTARA
Petugas Perum Bulog cabang Indramayu memeriksa stok beras impor di Gudang Bulog Tegalgirang, Bangodua, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (23/3/2021). Stok beras impor 2018 dari Vietnam masih melimpah hingga mencapai 5.000 ton yang disebabkan belum seluruhnya tersalurkan sejak terhentinya program beras miskin (raskin) dan beralih ke program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Perum Bulog mengatakan, kebijakan dalam sektor perberasan yang ditugaskan kepada Bulog perlu dilakukan seimbang. Terutama antara kewajiban Bulog dalam menyerap gabah atau beras dengan penyaluran beras yang bisa dilakukan."Kita berharap memang ada penglihatan yang utuh antar kebijakan perberasan dari hulu dan hilir karena itu tidak bisa dipandang secara parsial," kata Sekretaris Perusahaan Bulog, Awaluddin Iqbal, Rabu (24/3).

Awaluddin mengatakan, konsumsi beras terjadi sepanjang tahun namun produksi tidak terjadi sepanjang tahun. Begitu juga dari sisi konsumsi, semua wilayah mengkonsumsi beras namun produksi tidak terjadi di semua wilayah Indonesia.

Oleh sebab itu, perlu ada langkah penyerapan gabah hasil produksi petani yang dikelola dan dapat didistribusikan antar daerah untuk pemerataan. Awaluddin mengatakan, hal itu memberikan jaminan pasar bagi petani.

Namun, di sisi hilir di mana beras itu akan disalurkan juga perlu adanya jaminan pasar. Seperti diketahui, Bulog yang dahulu menyalurkan beras bantuan pemerintah sebanyak 2,6 juta per tahun kini tak lagi mendapat penugasan. Alhasil, beras yang diserap Bulog hanya dapat berharap pada operasi pasar yang dilakukan maupun penjualan beras komersial yang murni bisnis."Ketika ada penyerapan di hulu, pasti harus ada penyerapan di hilir," kata dia.

Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia menyatakan, sistem pengelolaan cadangan beras pemerintah (CBP) yang disimpan di gudang Perum Bulog berpotensi mengalami maladministrasi. Pasalnya, Ombudsman memandang adanya kebijakan hulu dan hilir yang tidak terintegrasi sehingga menyebabkan penggunaan beras tidak optimal bahkan mengalami penurunan kualitas akibat tak terpakai.

Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, mengatakan, terdapat stok CBP di Bulog yang tengah mengalami turun mutu. Itu terjadi akibat disimpan terlalu lama imbas tidak adanya ruang penyaluran atau penjualan beras oleh Bulog yang memadai.

Tidak adanya ruang penyaluran akibat Bulog tak lagi menjadi penyalur tunggal untuk program bantuan beras yang diberikan pemerintah kepada masyarakat kurang mampu setiap tahunnya.

Perum Bulog diharuskan  pemerintah untuk terus menyerap. Saat ini Bulog harus memiliki stok beras setidaknya sebanyak 1 juta sampai 1,5 juta ton setiap bulannya."Ombudsman mencermati ada potensi maladministrasi dari manajamen stok bers Bulog akibat tidak ada kebijaka hulu dan hilir yang sesuai. Ini membuat ada beras turun mutu dan kerugian itu besar," kata Yeka. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement