Selasa 09 May 2023 14:06 WIB

Elite Diimbau tak Terjebak Politik Transaksional dalam Pemilu 2024

Politik transaksinal hanya akan merugikan bangsa dan negara

Pertemuan Ketua Umum parpol-parpol nonparlemen (ilustrasi)  Politik transaksinal hanya akan merugikan bangsa dan negara
Foto: Istimewa
Pertemuan Ketua Umum parpol-parpol nonparlemen (ilustrasi) Politik transaksinal hanya akan merugikan bangsa dan negara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Dukungan terhadap tiga calon presiden telah menguat. Ketiga kandidat kini tinggal mencari pasangan yang tepat.

Ketua Umum Dewan Pimpunan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia, KH Chriswanto Santoso, berharap pada tahun politik ini, agenda pesta demokrasi tetap berjalan dengan mulus, sehingga Pemilu tetap terlaksana sesuai jadwalnya. 

Baca Juga

“Pemilu yang sesuai jadwal adalah upaya bangsa ini menjaga demokrasi. Hadirnya tiga kandidat capres yang hampir pasti ini, menunjukkan adanya itikad kuat untuk melenyapkan isu-isu politik seperti perpanjangan masa jabatan atau penundaan Pemilu,” ungkap dia dalam keterangannya, Selasa (9/5/2023). 

Kiai Chriswanto menegaskan sebagai ormas keagamaan, pihaknya memandang Pemilu merupakan agenda strategis untuk menjalankan program kerja. 

Dia mengatakan pemenang Pemilu adalah pemegang otoritas, sementara ormas memiliki kapasitas untuk menjalankan program kerja sebagai perwujudan aspirasi anggotanya. “Tanpa bermitra dengan pemegang otoritas, kontribusi ormas untuk pembangunan bisa tak berjalan,” tutur dia.  

Bagi Lembaga Dakwah Islam Indonesia, menurut mantan politisi Golkar Jawa Timur itu, menjaga agenda demokrasi sama halnya mengupayakan lahirnya kepemimpinan nasional, yang berorientasi pada kemakmuran dan kemajuan bangsanya.

Dia menyebut kepemimpinan nasional yang didambakan bangsa Indonesia, adalah pemimpin yang berkomitmen pada Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. ‘

“Selain itu, ia terus melanjutkan segala hal yang baik dari kepemimpinan terdahulu,” kata dia.  

Dia juga berpandangan, program-program yang tak berjalan atau yang merugikan negara pada masa kepemimpinan yang lalu bisa diperbaiki. 

Dengan demikian kepemimpinan dan pembangunan nasional bisa terus berjalan, menuju cita-cita dari Pembukaan UUD 1945. 

“Harapan ini bisa terwujud bila kita meyakini demokrasi adalah jalan terbaik dalam melahirkan pemimpin nasional. Bukan kembali kepada feodalisme di mana pemimpin yang akan datang memohon restu kepada penguasa, agar berhasil menduduki jabatan pemimpin nasional,” kata dia.  

Menurutnya hal ini terlalu berisiko, karena tercipta politik transaksional di antara elite politik.  

Saat ditanya pemimpin nasional yang bisa mewakili harapan masyarakat, dia berpendapat capres tersebut tidak hanya memiliki popularitas tinggi, tapi elektabilitas yang tinggi karena kinerjanya. 

“Elite politik bisa saja sangat populer, tapi tidak berbanding lurus dengan kinerjanya. Apalagi dalam era digital saat ini, popularitas bisa dengan mudah diciptakan,” paparnya. 

Menurut dia, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang jujur, yang pikiran dan ucapannya bisa sejalan. 

“Dia juga seorang yang memiliki integritas, di mana pikiran, ucapan dan tindakannya selaras. Pemimpin yang berintegritas tinggi, bisa menjalankan program kerjanya sebagai amanah dari rakyat,” ujar dia. 

Dia mengingatkan, kepemimpinan yang lahir pada 2024 nantinya, akan menghadapi tantangan nasional dan global yang sangat tinggi.

Baca juga: Shaf Sholat Campur Pria Wanita di Al Zaytun, Ustadz Adi Hidayat Jelaskan Hukumnya

“Ada Perang Dingin baru, yang bakal melibatkan banyak blok. Mereka akan berebut sumberdaya alam seperti elemen tanah jarang, energi, air, dan pangan. Indonesia memiliki kesemuanya,” tuturnya.  

Tanpa kepemimpinan nasional yang kuat, negeri ini hanya akan dijarah kekayaannya tanpa peningkatan kemakmuran bangsa Indonesia sebagai pemiliknya. 

Di sisi lain, kata dia, pemimpin masa depan harus kian kreatif. Ekonomi yang menjelaskan utang adalah bagus untuk pembangunan harus dipertimbangkan kembali. 

Amerika Serikat yang memiliki doktrin utang adalah lumrah dalam pembangunan, kini mengalami gagal bayar dan ekonominya jatuh. “Kemiskinan meningkat demikian halnya jurang kesejahteraan yang makin melebar antara si kaya dan si miskin,” ujar dia.   

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement