Selasa 11 Jul 2023 14:28 WIB

Soal Cawapres, Pengamat: Politik Kita Anut Mazhab Tikungan Akhir

Parpol di Indonesia menerapkan prinsip detik-detik akhir untuk menentukan pilihannya.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Agus Yulianto
Bakal Calon Presiden (capres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan menyapa relawan.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Bakal Calon Presiden (capres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan menyapa relawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Hingga saat ini belum ada pergerakan dari koalisi partai politik maupun bakal calon presiden untuk mengumumkan pasangan cawapres untuk Pilpres 2024. Pengamat dari lembaga Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno pun menyebut, partai politik di Indonesia menerapkan prinsip detik-detik akhir (last minute) untuk menentukan pilihannya.

"Saya kira secara prinsip Politik kita itu menganut mazhab di tikungan akhir, politik di last minute, jadi meskipun saat ini sudah mulai muncul tiga poros tetapi ketiga poros ini belum kunjung mengumumkan siapa kira-kira cawapres yang mereka akan pilih untuk bisa berdampingan maju bersama," ujar Adi dalam keterangannya, Selasa (11/7/2023).

Adi mengatakan, hal ini karena masing-masing poros politik masih mencari-cari cawapres paling ideal yang mampu meningkatkan elektabilitas dan mengunci kemenangan. Hal ini juga karena selisih elektabilitas antar capres sangat tipis, sehingga peran cawapres sangat penting.

"Dari sekian bgitu banyak nama tentu sedang dihitung betul siapa yang paling pas misalnya Ganjar kenapa tidak kunjung diumumkan, karena nama-nama yang masuk nominasi itu punya nama besar. Ada ET ada Sandiaga uno, ada Mahfud MD, ada khofifah, ada Nasarudin Umar, yang saya kira cukup populer dan punya nama besar," ujar Adi.

Adi menilai, PDIP masih ingin berkontempelasi sebelum mengumumkan cawapresnya. Selain karena nama-nama yang masuk radar adalah nama besar, perlu ada titik temu antara Megawati dengan partai koalisi pendukung Ganjar seperti PPP, Hanura dan Perindo.

Sedangkan Prabowo, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menilai, Ketua Umum Partai Gerindra itu tengah menimbang cawapres paling ideal untuk dirinya. Prabowo juga tidak mau gegabah dan belajar dari kekalahan di dua Pilpres sebelumnya.

"Prabowo sepertinya paham betul soal kekalahan 2014 dan 2019 ya. makanya PKB dibutuhkan, meskipun pada saat yg bersamaan persoalan cawapres belum tentu Muhaimin Iskandar," ujar Adi.

Kendati PKB sebagai rekan koalisi Gerindra dalam koalisi kebangkitan Indonesia Raya telah menyodorkan Ketua umumnya Muhaimin Iskandar, tetapi tidak membuat Prabowo segera mengumumkannya. Hal ini karena elektabilitas Muhaimin yang belum muncul dan tidak memberikan daya ungkit signifikan ke Prabowo jadi alasan kenapa Menteri Pertahanan RI saat ini tak segera menjatuhkan pilihan cawapresnya kepada Muhaimin.

"Karena satu sisi Gerindra memang butuh PKB untuk mengkonsolidasi kekuatan politik Jawa Timur dan Nahdliyin tetapi persoalan cawapresnya, rumitnya PKB menyodorkan Muhaimin tetapi tidak kunjung diumumkan karena Muhaimin elektabilitasnya rendah," ujarnya.

Sementara untuk poros Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan, pilihan cawapres untuk Anies lebih sedikit dibandingkan Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Sejauh ini kata Adi, sosok Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang nampak paling sering didorong untuk Anies.

"Kalau poros perubahan sebenarnya menu politiknya agak sedikit terbatas karena hanya AHY yang keliatan mau dan keliatan relatif paling cocok," kata Adi.

Selain sebagai Ketua Umum Partai Demokrat yang bisa menggenapi ambang batas presiden koalisi Perubahan, AHY juga memiliki elektabilitas lebih unggul dibandingkan nama-nama lain disebut oleh koalisi.

"Replikasi wajahnya AHY adalah replika politik oposisi, cocok dengan Anies yang sama-sama mewakili kubu oposisi, elektabilitas AHY itu jauh lebih unggul ketimbang nama lain yang sering disebut Nasdem dan Anies seperti misalnya AHY lebih unggul dari Yenny Wahid, Gatot Nurmantyo," ujar Adi.

Dia melanjutkan, Anies juga kerap disandingkan dengan nama-nama lainnya seperti terbaru Yenny Wahid, Mahfud MD, Erick Thohir hingga Sandiaga. Namun demikian, Mantan Gubernur DKI Jakarta itu masih terus menimbang sosok cawapres potensial yang bisa mendampingi dirinya dan meningkatkan elektabilitasnya, sekalipun ada sosok AHY.

"Cuma problemnya nama-nama cawapres yang selama ini dikaitkan dengan Anies ya relatif keliatan tidak mau ya, Erick keliatan nggak mau. Sandiaga keliatan nggak mau, Mahfud MD nggak mau, bahkan Yenny Wahid belakangan juga nggak mau. Satu-satunya yang keliatan mau dan ngotot untuk dampingi Anies cuma AHY. Tapi problemnya itu AHY seperti belum jadi prioritas Nasdem makanya agak rumit," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement