Jumat 24 Mar 2023 13:26 WIB

Perkawinan Anak di Cirebon Tertinggi di Jabar, Pemerintah Rancang Program Intervensi

Pengadilan Agama mencatat angka dispensasi kawin di daerah Cirebon capai 488 perkara.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Agus Yulianto
Kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak. (Ilustrasi)
Foto: Aditya Pradana Putra/Antara
Kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan berkolaborasi dengan kementerian/lembaga terkait merancang program intervensi untuk mengatasi tingginya perkawinan anak di sejumlah daerah. Di antaranya, program pencegahan perkawinan anak nantinya harus berbasis data, pendekatan program harus dilaksanakan mulai dari hulu sampai hilir,

"Dimana setiap program dapat saling bersinergi secara komprehensif dan holistik, serta pendekatan yang dilakukan nantinya akan berbasis keagamaan dan sesuai dengan budaya lokal yang diterapkan di daerah tersebut," kata Plt. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Didik Suhardi dikutip dari website Kemenko PMK, Jumart (24/3/2023).

Didik Suhardi mengatakan, Kabupaten Cirebon merupakan salah satu wilayah yang memiliki angka perkawinan anak tertinggi se-Provinsi Jawa Barat. Hal ini dapat terjadi lantaran tingginya jumlah perkara dispensasi kawin di daerah tersebut. Berdasarkan sumber dari Pengadilan Agama tercatat angka dispensasi kawin di daerah Cirebon mencapai 488 perkara.

Berdasarkan hasil monitoring di lapangan, tingginya angka perkawinan anak di daerah Kabupaten Cirebon disebabkan oleh beberapa faktor yang beragam diantaranya seperti masih banyaknya pergaulan bebas, faktor keluarga yang berasal dari permintaan dan kekhawatiran orang tua, faktor budaya, faktor dari gadget atau sosial media, sampai dengan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua di daerah tersebut.

"Oleh karenanya, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan berusaha untuk melakukan kolaborasi dan berkoordinasi kepada kementerian dan lembaga terkait untuk membantu menurunkan angka perkawinan anak di daerah Cirebon tersebut," ujar Didik.

Plt. Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Rini Handayani menyampaikan beberapa program dan kegiatan dapat ditindaklanjuti dan diterapkan di daerah tersebut.

Rini menyampaikan, program yang dapat dilakukan yaitu mengadakan program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA), kolaborasi antara PUSPAGA (Pusat Pembelajaran Keluarga) dengan Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) untuk mengoptimalisasi Konselor PUSPAGA.

Selain itu, juga pemberian materi terkait dengan kesehatan reproduksi di Komponen Persyaratan Sekolah Ramah Anak (SRA) dan upaya pencegahan angka putus sekolah, mendorong penjangkauan puskesmas ke sekolah/madrasah mengenai pengenalan kesehatan reproduksi melalui PRAP (Pelayanan Ramah Anak di Puskesmas), serta melibatkan organisasi dan tokoh agama dalam upaya pencegahan perkawinan anak melalui Rumah Ibadah Ramah Anak.

Sementara, Perwakilan Direktorat Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama, Soeryo menyampaikan bahwa program Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS), Bimbingan Remaja Usia Pra Nikah (BRUN), Bimbingan Perkawinan (Bimwin), dan juga Pusaka Sakinah juga perlu dilakukan untuk mencegah perkawinan anak di Cirebon.

Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, & Olahraga Bappenas Woro Srihastuti juga menilai perlunya mendata dan mengidentifikasi intervensi yang telah dilakukan di Kabupaten Cirebon.

"Setelah kita mengetahui intervensi apa saja yang sudah dilakukan, kemudian kita mencari tahu terkait dengan apa saja yang masih dibutuhkan oleh Kabupaten tersebut. Dalam hal ini kita dapat mengetahui masing-masing tujuan dari program yang telah diusulkan oleh K/L yang kiranya dapat disesuaikan dengan target sasaran, lokus, pelaku, dan juga waktu penerapannya," kata Woro.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement