Sabtu 01 Apr 2023 13:12 WIB

Lukas Enembe Ajukan Praperadilan Terkait  Status Tersangkanya

Sidang perdana rencananya bakal digelar pada Senin, 10 April 2023.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Agus Yulianto
Ilustrasi Kasus Lukas Enembe di KPK
Foto: republika/mgrol101
Ilustrasi Kasus Lukas Enembe di KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terkait penetapan status tersangka oleh KPK atas kasus dugaan suap dan gratifikasi. Lukas menggugat pimpinan KPK atas sah atau tidaknya penetapan tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.

Dikutip dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, Lukas mendaftarkan Praperadilan pada Rabu, 29 Maret 2023. Gugatan telah teregister dengan nomor perkara 29/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL.

"Pemohon: Lukas Enembe. Termohon: Komisi Pemberantasan Korupsi cq Pimpinan KPK," sebagaimana dilansir dari laman SIPP PN Jakarta Selatan, Sabtu (1/4/2023).

Sidang perdana rencananya bakal digelar pada Senin, 10 April 2023. Berikut petitum lengkap yang diajukan oleh Lukas:

1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka oleh termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat;

3. Menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka yang dilakukan oleh termohon dengan berdasar pada Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat;

4. Menyatakan Surat Penahanan Nomor: Sprin.Han/13/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 12 Januari 2023, Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor: Sprin.Han/13B.2023/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 20 Januari 2023, dan Surat Perintah Perpanjangan Penahanan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 76/Tah.Pid.Sus/TPK/III/PN.Jkt.Pst tanggal 2 Maret 2023 yang dilaksanakan oleh termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam penetapan status tersangka terhadap pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B UU Tipikor adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penahanan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat dan harus dinyatakan tidak sah;

5. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka, penahanan, penahanan lanjutan dan penyidikan terhadap diri pemohon oleh termohon;

6. Memerintahkan termohon untuk mengeluarkan perintah penahanan dengan penempatan pemohon pada Rumah/Rumah Sakit dan atau penahanan kota dengan segala akibat hukumnya;

7. Menetapkan dan memerintahkan pemohon untuk dikeluarkan dari tahanan.

8. Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.

9. Menetapkan biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo dibebankan pada negara.

10. Atau apabila hakim Yang Mulia berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono).

Lukas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. 

Padahal, perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi lantaran sebelumnya bergerak pada bidang farmasi. Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut. Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.

Setelah terpilih untuk mengerjakan sejumlah proyek, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement