Jumat 05 May 2023 13:10 WIB

Satu Orang Korban Perdagangan Orang di Myanmar Berasal dari Bandung 

Pekerjaan yang dijanjikan sebagai operator komputer tidak terjadi.

Rep: M Fauzi Ridwan/ Red: Agus Yulianto
Valeria Buring, kakak sepupu Mayang menceritakan Mayang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang di Myanmar, Jumat (5/4/2023). Ia menunjukkan foto Mayang.
Foto: Republika/M Fauzi Ridwan
Valeria Buring, kakak sepupu Mayang menceritakan Mayang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang di Myanmar, Jumat (5/4/2023). Ia menunjukkan foto Mayang.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Satu dari 20 orang warga negara Indonesia (WNI) yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar adalah warga Kota Bandung. Ia adalah Mayang warga Setiabudhi Regency, Jalan Sersan Bajuri Bandung.

Valeria Buring kakak sepupu Mayang bercerita jika adik sepupunya itu terdampak pandemi Covid-19, sehingga terkena efisiensi perusahaan. Selama dua tahun, Mayang mencari kerja hingga akhirnya mendapatkan informasi tentang lowongan pekerjaan di Bangkok, Thailand sebagai operator komputer dengan gaji yang besar.

"Dia tentunya dengan iming-iming gaji, fasilitas yang bagus gitu makan 4 kali termasuk snack terus tempat tinggal ada mes gratis tinggal terima gaji aja itu sekitar Rp 10-15 juta. Belum lagi ditambah bonus mencapai target, tentu dengan iming-iming itu dia sangat antusias untuk pergi," ujarnya ditemui di kediamannya, Jumat (5/4/2023).

Singkat cerita dengan persiapan satu pekan, dia mengatakan, tanggal 22 Oktober tahun 2022 Mayang berangkat ke Bekasi berkumpul dengan pekerja lainnya yang akan berangkat. Pada tanggal 23 Oktober, Mayang dan lainnya berangkat dari Bandara Soekarno Hatta ke Bangkok Thailand.

Ia mengaku, sempat meminta Mayang untuk mengirimkan lokasinya saat itu. Namun, Mayang mengaku, tidak bisa mengirimkan karena dilarang oleh perusahaan.

"Begitu sampai Bangkok bilang udah sampai, besok baru berangkat kerja terus 1 jam kemudian bilang saya gak jadi nginep mau langsung pergi kerja. Tujuannya ke Thailand, dia nggak tau pastinya di mana," ujarnya menirukan percakapan dengan Mayang.

Valeria mengatakan, perjalanan adik sepupunya ke lokasi tempat kerja mencapai delapan jam dari Bangkok. Namun, setelah sampai Mayang mengaku kaget karena sudah berada di Myawaddy, Myanmar.

"Sampai sana, dia cerita saya disuruh tandatangan kontrak bahasa mandarin, terus Mayang nggak berani, nggak mau tanda tangan. Katanya, kalau gak mau tanda tangan boleh pulang, tapi harus bayar denda karena kan udah di sini. Ibaratnya udah janji, tapi enggak dijalani. Mau nggak mau, setengah dipaksa untuk tanda tangan," katanya.

Setelah menandatangani kontrak, Mayang pun bekerja. Namun, pekerjaan yang dijanjikan sebagai operator komputer tidak terjadi. Mereka diperintah untuk menipu dengan cara mengajak orang berinvestasi di sebuah website bodong.

"Ternyata mereka disuruh scamming mengajak orang investasi ke sebuah website yang bodong. Peran mereka, pertama harus mencari nomor telepon orang-orang yang bakal menjadi korban dengan suatu aplikasi di mana aplikasi itu sudah kelihatan bahwa harta, investasi berapa, dicari yang sesuai dengan kriteria untuk ditipu ini," katanya.

Dia mengaku, mendapatkan penjelasan dari Mayang sedikit-sedikit. Sebab, handphonenya dan pekerja lainnya tidak bebas menggunakan handphone.

"Jadi dia nggak bisa pegang handphone dengan bebas, mereka itu dikasih handphone akhir pekan untuk kasih kabar ke keluarga, awalnya tiap pekan lama-lama sebulan, iya karena nggak mencapai target," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement