Ahad 07 May 2023 16:07 WIB

Cerita Keluarga Korban TPPO di Myanmar: Iming-Iming Gaji Hingga Dugaan Penganiayaan

Korban asal Bandung tertarik bekerja di luar negeri setelah menganggur saat pandemi.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Irfan Fitrat
Valeria Buring, kakak sepupu M, salah satu korban dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar, saat memberikan penjelasan soal sepupunya, Jumat (5/4/2023).
Foto:

Berdasarkan informasi yang didapatnya, Valeria mengatakan, M bersama sejumlah pekerja lainnya diminta mencari nomor telepon calon korban menggunakan aplikasi tertentu. Aplikasi tersebut memperlihatkan profil dari calon korban yang sesuai kriteria.

Valeria menjelaskan, informasi itu didapat dari M yang sesekali bisa menggunakan telepon genggam secara sembunyi-sembunyi. Menurut dia, informasi itu juga didapat dari grup keluarga para pekerja migran.

“Mereka itu dikasih handphone akhir pekan untuk kasih kabar ke keluarga. Awalnya tiap pekan (memberi kabar). Lama-lama sebulan karena enggak mencapai target,” kata Valeria.

Menurut Valeria, sepupunya dan sejumlah pekerja lain mendapat hukuman dari agen penyalur kerja jika dinilai melakukan kesalahan. Bentuk hukumannya, kata dia, seperti push-up dan lari di lapangan. Ia menyebut ada juga yang dikenakan denda apabila terlambat datang bekerja.

“Lama-lama ceritanya mulai enggak benar. Telat dikit saja dendanya beribu-ribu. Enggak bener banget ini, penipuan,” kata Valeria.

Valeria mengatakan, gaji yang diterima sepupunya juga tidak pernah penuh karena ada potongan denda dan lainnya. “Mereka terima gaji cash, enggak full. Ada potongan denda, uang sakit berobat dipotong gaji mereka, ada yang minus,” ujarnya. 

Menurut Valeria, M sempat meminta tolong kepada dirinya agar bisa pulang ke Indonesia. “Kalau mau pulang harus bayar Rp 150-200 juta per orang. Sebelum kontrak habis enggak bisa pulang,” kata dia.

Merespons permintaan itu, Valeria mengatakan, keluarganya bersama keluarga pekerja lain asal Indonesia akhirnya melapor ke Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) sejak Januari lalu. Persoalan itu juga disebut dilaporkan ke Bareskrim Polri.

“Terakhir komunikasi saya sama M sebelum disekap itu saat Lebaran. Sebelum itu kita komunikasi diam-diam, semua ponsel ditahan. Satu atau dua orang berhasil menyembunyikan, bawa dua handphone, masih bisa komunikasi,” kata Valeria.

Menurut Valeria, sempat ada informasi soal perlakuan buruk atau dugaan penganiayaan terhadap para pekerja. “Tolong, bagaimana ini, kami disiksa. Ada yang dipukul, disetrum. Sejauh ini saya disuruh keliling, cuma teman-teman yang lain ada yang disetrum,” kata Valeria, menirukan kabar dari sepupunya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement