Kamis 25 May 2023 11:42 WIB

Harga Telur Naik Terus, untuk Lindungi Peternak?

Pemerintah mengaku berupaya menjaga harga telur yang wajar.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pekerja menata telur ayam di salah satu sentra penjualan telur ayam di Jalan Ibrahim Adjie, Batununggal, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (25/5/2023). Harga telur ayam secara nasional masih berada di atas Rp 30 ribu per kilogram.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Pekerja menata telur ayam di salah satu sentra penjualan telur ayam di Jalan Ibrahim Adjie, Batununggal, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (25/5/2023). Harga telur ayam secara nasional masih berada di atas Rp 30 ribu per kilogram.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga telur ayam secara nasional masih berada di atas Rp 30 ribu per kilogram. Khusus di DKI Jakarta bahkan harganya masih dibanderol Rp 32.350 per kilogram. Dilansir dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), di seluruh pasar tradisional di Indonesia tak ada harga telur yang di bawah Rp 31 ribu per kilogram hingga Rabu (24/5/2023).

Dalam keterangan yang disampaikan Badan Pangan Nasional, beberapa waktu lalu, pemerintah mengaku berupaya menjaga harga telur yang wajar di tingkat peternak, pedagang, dan konsumen. Untuk itu, dinamika harga telur yang saat ini terjadi harus disikapi dan ditindaklanjuti secara komprehensif.

Baca Juga

Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA), Arief Prasetyo Adi, menjelaskan dinamika harga telur ini harus dilihat dari berbagai sisi karena tidak terlepas dari upaya menjaga keseimbangan dan harga yang wajar di tingkat peternak, pedagang, dan konsumen.

“Beberapa bulan terakhir usaha pemerintah memang untuk menyiapkan harga yang wajar di tingkat peternak, pedagang, dan konsumen. Hal Ini sesuai dengan concern Presiden Joko Widodo agar harga pangan dijaga tetap wajar dan seimbang di petani atau peternak, pedagang, dan konsumen,” kata Arief dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/5/2023).

Arief menuturkan, upaya menjaga keseimbangan harga telur ini harus dimulai dari hulu karena secara sistematis turut membentuk harga di tingkat hilir. “Saat ini di tingkat hulu atau peternak terjadi perubahan biaya produksi, khususnya variabel biaya pakan. Untuk menjaga biaya produksi di tingkat peternak tidak semakin melonjak, kita prioritaskan untuk dilakukan langkah stabilisasi harga pakan,” kata Arief.

Menurut Arief, ekosistem perunggasan sangat erat kaitannya dengan jagung sebagai salah satu komponen utama pakan ternak. Dalam rangka menjaga stabilisasi pasokan dan harga jagung, NFA tingkatkan fasilitasi distribusi pangan (FDP) komoditas jagung dari petani atau gapoktan kepada peternak.

“NFA terus mendorong fasilitasi distribusi jagung dari NTB dan Sulawesi Selatan ke wilayah produsen telur di Jateng, Jatim, dan Lampung, saat ini telah mencapai 1.100 ton dan masih berproses pendistribusian ke Solo Raya 100 ton. Dengan pasokan jagung yang lancar akan dapat menurunkan biaya produksi,” tuturnya.

Upaya stabilisasi harga pakan ini, meurut Arief, harus disikapi melalui kolaborasi bersama stakeholder, termasuk kementerian/lembaga terkait.

“Berdasarkan Struktur Ongkos Usaha Tani (SOUT), biaya pakan berkontribusi sebesar 67 persen dari biaya pokok produksi telur, dengan 50 persen pakan adalah jagung giling,” ujarnya.

Lebih lanjut, Arief menambahkan, bantuan pangan telur dan daging ayam untuk menurunkan stunting yang saat ini tengah digelontorkan pemerintah kepada 1,4 juta Keluarga Risiko Stunting (KRS), juga menjadi salah satu langkah strategis untuk mengendalikan keseimbangan harga telur dari hulu hingga hilir.

“Bantuan pangan terus kita dorong ditingkatkan intensitas penyalurannya melalui BUMN Pangan ID FOOD, karena selain membantu penurunan stunting juga membantu masyarakat mengurangi pengeluaran pembelian telur, selain itu menjaga produksi di tingkat peternak diserap dengan harga yang baik,” kata Arief.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement