Rabu 31 May 2023 13:21 WIB

Kemuliaan Jamaah Haji yang Meninggal di Tanah Suci, Bagaimana Jika Sebelum Wukuf?

Sejumlah jamaah haji meninggal di Tanah Suci.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Muhammad Hafil
Prosesi pemakaman jamaah haji Indonesia di pemakaman Baqi, Madinah, Kamis (24/5/2023).
Foto: dok MCH
Prosesi pemakaman jamaah haji Indonesia di pemakaman Baqi, Madinah, Kamis (24/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Hingga 28 Mei 2023 tercatat sudah ada empat jamaah haji yang meninggal di Madinah, Arab Saudi. Para jamaah yang meninggal itu pun langsung dimakamkan di Tanah Suci. Seperti apa keutamaan meninggal di Tanah Suci, yakni di Makkah dan Madinah? Lalu, bagaimana bila jamaah haji tersebut meninggal sebelum wukuf?

Berkaitan dengan hal tersebut, konsultan ibadah haji, KH Wazir Ali menyebut jamaah haji yang meninggal di Madinah memiliki keutamaan. Yakni akan mendapatkan syafaat Rasulullah SAW. Ini berdasarkan sebuah riwayat: 

Baca Juga

من أراد أن يموت بالمدينة فليمت فإنه يشفع يوم القيامة

Artinya: Barang siapa yang ingin mati di Madinah, silakan karena dia akan mendapat syafaat besok pada hari kiamat.

Mengenai ibadah haji dari jamaah haji yang meninggal sebelum melaksanakan wukuf, menurut Kiai Wazir, hal tersebut menjadi tanggungan pemerintah untuk membadalkan haji jamaah yang meninggal dunia. Ia mengatakan, apabila ada jamaah haji yang meninggal, pemerintah akan menunjuk orang yang akan bertugas untuk membadali haji jamaah haji yang meninggal tersebut. 

"Siapa saja yang harus dibadali kementerian (pemerintah)? Satu, yang meninggal di asrama haji. Dua, yang meninggal di perjalanan. Ketiga, yang meninggal di Tanah Suci sebelum wukuf di Arafah. Keempat, yang menderita gangguan kejiwaan. Insya Allah bisa meraih haji mabrur jika pelaku badal sah secara fikih dari sisi pelaksanaannya," kata Kiai Wazir Ali kepada Republika.co.id pada Rabu (31/5/2023). 

Kiai Wazir mengatakan dalil keabsahan badal haji jamaah yang sudah wafat adalah sebagai berikut:

Haji dan Badal Umroh :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَمَاتَتْ قَبْلَ أَنْ تَحُجَّ أَفَأَحُجَّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَتَهُ قَالَتْ نَعَمْ فَقَالَ اقْضُوا اللهَ الَّذِي لَهُ فَإِنَّ اللهَ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ .

[رواه البخاري]

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA bahwa seorang perempuan datang kepada Nabi Muhammad, lalu berkata: Sesungguhnya ibuku telah bernazar untuk berhaji, lalu ia meninggal dunia sebelum ia melaksanakan haji, apakah saya harus menghajikannya? Nabi Muhammad SAW bersabda: Ya hajikanlah untuknya, bagaimana pendapatmu seandainya ibumu memiliki tanggungan hutang, apakah kamu akan melunasinya? Ia menjawab: Ya. Lalu, Nabi Muhammad bersabda: Tunaikanlah utang (janji) kepada Allah Ta'ala karena sesungguhnya utang kepada Allah Ta'ala lebih berhak untuk dipenuhi.”

Imam Nasa'i menuturkan hadis dari Ibnu Abbas RA juga:

عن ابن عباس رضى الله عنه  : أن امراة سألت رسول الله صلعم عن أبيها مات ولم يحج قال : حجى عن أبيك.

Dari ibnu Abbas RA: "Bahwasanya ada seorang perempuan bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ayahnya yang meninggal, belum berhaji. 'Badal hajikan bapakmu'," demikian kata Rasul.

"Dari kedua hadis tersebut, bisa disimpulkan membadali haji orang yang sudah meninggal itu dibolehkan. Kewajiban hajinya sudah tertunaikan," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement