REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Pemkab Garut telah menetapkan Peraturan Bupati (Perbup) tentang Antimaksiat. Dalam peraturan itu, terdapat pasal yang menjelaskan mengenai aktivitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Garut Nurdin Yana mengatakan, Perbup Antimaksiat itu telah ditetapkan pada 3 Juli 2023. Namun, perbup ini belum secara luas tersosialisasi kepada masyarakat di Kabupaten Garut.
"Makanya, ada upaya kami untuk menyosialisasikan perbup ini kepada masyarakat," kata dia saat dikonfirmasi Republika, Selasa (11/7/2023).
Nurdin menjelaskan, Perbup Antimaksiat ini merupakan turunan dari Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Garut Nomor 13 Tahun 2015 tentang Anti Perbuatan Maksiat. Namun, dalam perbup ini terdapat pasal yang menjelaskan mengenai aktivitas LGBT.
"Ini perbuatan maksiat konotasinya. Termasuk di dalamnya itu apapun yang berorientasi di bawah normatif, termasuk di dalamnya itu (LGBT)," kata dia.
Kendati demikian, ia menyebut, Perbup Antimaksiat bukan untuk menjadi dasar melakukan penindakan kepada pelaku LGBT. Fokus utama perbup tersebut lebih kepada pencegahan.
Nurdin menjelaskan, pelaksanaan perbup itu akan dilakukan dengan cara sosialisasi di dalam ruang maupun di luar ruang. "Jadi kami ke entitas yang menjadi kewenangan Pemkab, kita lakukan sosialisasi itu. Insyaallah kami juga akan masuk ke sekolah. Karena itu merupakan usia yang rentan," kata dia.
Untuk penindakan kepada pelaku, ia mengatakan, perbup tak bisa menjadi dasar untuk memberikan hukuman. Penindakan hukum harus dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku.
Sementara itu, Koordinator Aliansi Umat Islam Garut, Aam Muhammad Jalaludin atau Ceng Aam, menyambut baik terbitnya perbup tersebut. Pasalnya, pihaknya telah melakukan perjuangan selama sekitar enam bulan agar Pemkab Garut menerbitkan aturan terkait LGBT.
"Alhamdulillah ini bisa terwujud juga," kata dia kepada Republika.
Ceng Aam mengungkapkan, awalnya Aliansi Umag Islam Garut ingin aturan terkait LGBT dituangkan dalam bentuk perda. Namun, berhubung jabatan dewan dan kepala daerah akan segera habis, perbup disebut dapat menjadi solusi sementara.
Kendati demikian, pihaknya tetap akan berjuang agar aturan terkait LGBT dapat dibuatkan perda. "Ke depan, kami akan kembali mengusulkan untuk kembali mengusulkan perda," ujar dia.
Ihwal Perbup Antimaksiat, Ceng Aam mengaku telah membacanya pasal demi pasal. Menurut dia, aturan yang tertuang di dalamnya lebih menekankan kepada pembinaan, alih-alih penindakan.
"Kan LGBT juga sama warga Indonesia, apalagi yang Muslim masih saudara kita. Kita itu benci perilakunya, bukan orangnya," kata dia.
Dalam pembinaan itu, Aliansi Umat Islam Garut akan difasilitasi untuk memeberikan edukasi, sosialisasi, bimbingan konseling, dan advokasi. Sasaran dalam pelaksanaan pembinaan itu adalah dunia pendidikan, mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Menurut Ceng Aam, pengaruh LGBT saat ini sudah makin mengkhawatirkan. Pasalnya, mereka yang semula menjadi korban bisa menjelma sebagai pelaku hanya dalam waktu beberapa bulan. "Kalau dibiarkan, bisa terus menyebar luas," kata dia.
Sebelumnya, Ceng Aam juga pernah menyebut bahwa di Kabupaten Garut terdapat lebih dari 3.000 orang yang tergabung dalam komunitas LGBT, pada Januari 2023. Angka itu disebut pernah diucap oleh Wakil Bupati Garut pada 2018, yang mengacu data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Garut per 2014.
Dia menyimpulkan, saat ini sudah ada lebih dari 3.000 orang yang tergabung dalam komunitas LGBT di Kabupaten Garut. Apalagi, selama ini tak ada aturan yang dengan tegas mencegah perilaku tersebut.
Kendati demikian, Ceng Aam mengakui, data itu hanya bersifat perkiraan. Sebab, tak ada data resmi terkait jumlah LGBT di Kabupaten Garut. Namun, ia mengeklaim pernah melakukan wawancara terhadap beberapa dari kelompok LGBT. Dari wawancara itu, ia menyimpulkan perkiraan itu benar adanya.