Selasa 25 Jul 2023 14:53 WIB

Delapan Kelurahan di Kota Bogor Jadi Lokasi Fokus Penanganan Stunting

Ada 52 sasaran dalam melakukan audit kasus stunting.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Agus Yulianto
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bogor Anas S Rasmana.
Foto: Dok Pemkot Bogor
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bogor Anas S Rasmana.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemkot Bogor melalui Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Bogor melakukan Audit Kasus Stunting (AKS). Setelah dilakukan audit, ada delapan kelurahan pada lima kecamatan di Kota Bogor yang menjadi lokasi fokus penurunan dan penanganan stunting.

Kepala DPPKB Kota Bogor Anas Rasmana mengatakan, selain mencari inovasi atas penanganan stunting, tujuan pelaksanaan AKS ialah untuk mengidentifikasi risiko dan penyebab risiko pada kelompok sasaran tingkat Kota Bogor. 

Delapan kelurahan yang menjadi lokus ialah Kelurahan Rangga Mekar di Kecamatan Bogor Selatan, Kelurahan Cilendek Timur, Cikaret, Curug, dan Bubulak di Kecamatan Bogor Barat, Kelurahan Tanah Baru di Kecamatan Bogor Utara, Kelurahan Tegallega di Kecamatan Bogor Tengah, dan Kelurahan Kencana di Kecamatan Tanah Sareal.

“Ada delapan lokus stunting berdasarkan Keputusan Wali Kota tentang penetapan Lokasi Fokus Kelurahan Program Penurunan dan Pencegahan Stunting Kota Bogor Tahun 2023,” ujar Anas, Selasa (25/7/2023).

Sementara, sasaran AKS Tahun 2023 ini ada 53 sasaran. Yakni empat calon pengantin, 17 ibu hamil, 12 ibu nifas, dan 20 bayi di bawah dua tahun.

Anas menyampaikan, sudah banyak pula asosiasi maupun komunitas yang ikut membantu penanganan stunting. Di mana DPPKB akan mengumpukan dan memberikan inovasi kepada sasaran AKS.

“Ke depan, akan kita kumpulkan mereka dan kita berikan inovasi kepada mereka. Kita tidak menerima berupa uang, tapi natura berupa telur. Jadi, sampai Desember Insya Allah kita aman,” kata Anas.

Lebih lanjut, Anas menjelaskan, dari hasil audit tahun ini, ada beberapa poin yang menjadi catatan. Seperti ibu hamil yang tidak mendapat pendampingan gizi, tidak mendapatkan bantuan tunai dan bantuan sosial pangan.

“Ada juga baduta (anak usia di bawah dua tahun) yang memiliki faktor-faktor pengaruh, seperti terpapar asap rokok, anak yang susah makan, tidak mendapat ASI eksklusif, dan kurang protein,” ujarnya.

Ketua Tim Percepatan Penanganan Stunting (TPPS) yang juga Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, meminta dinas terkait untuk mengembangkan inovasi dalam penanganan dan pencegahan stunting di Kota Bogor. Menurut dia, inovasi dan kreativitas perlu digali untuk membangun kesadaran publik bahwa stunting bukan hanya urusan pemerintah.

“Tapi juga urusan dan kepedulian antar warga. Kemudian mungkin juga kepedulian dari dunia usaha dengan pemberian CSR, atau yang lainnya. Untuk bersama-sama membangun generasi yang berkualitas, baik secara fisik dan mental,” katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement