Selasa 01 Aug 2023 06:47 WIB

Pengamat: Politik Sandera Buat Golkar Ciut

Fungsionaris memilih mengikuti arahan Jokowi demi menyelamatkan Partai Golkar.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Agus Yulianto
38 Ketua DPD Partai Golkar menolak isu musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) untuk mengganti Airlangga Hartarto dari kursi ketua umum Partai Golkar dalam forum silaturahmi di Nusa Dua, Bali, Ahad (30/7/2023).
Foto: Dok. Partai Golkar
38 Ketua DPD Partai Golkar menolak isu musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) untuk mengganti Airlangga Hartarto dari kursi ketua umum Partai Golkar dalam forum silaturahmi di Nusa Dua, Bali, Ahad (30/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar se-Indonesia yang berharap partai itu tetap berada di gerbong Presiden Joko Widodo. Ini karena, mereka tidak ingin mengambil risiko.sehingga elit dan fungsionaris Golkar berkaca dari berbeda arahnya Partai Nasdem dengan Jokowi yang berdampak luas ke partai tersebut.

Karenanya, kata pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Andriadi Achmad, fungsionaris Partai Golkar memilih mengikuti arahan Jokowi demi menyelamatkan Partai Golkar di Pileg 2024 mendatang. Hal ini menyusul dinamika terjadi di Golkar mulai dari wacana musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) hingga dipanggilnya Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi CPO.

"Fungsionaris Partai Golkar berhitung lebih baik mengalah dan ikut arahan Jokowi demi menyelamatkan partai Golkar di pileg 2024 mendatang. Kalau tetap dengan gerak langkah saat ini yaitu berbeda dengan Jokowi, maka tak menutup kemungkinan Ketua Umum Partai Golkar ditangkap dan Munaslub terlaksana," ujar Andriadi dalam keterangannya kepada Republika, Senin (31/7/2023).

Andriadi menilai, keputusan ini keluar setelah pertemuan Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua DPD Partai Golkar se-Indonesia yakni DPD menolak munaslub dan menyarankan Golkar satu suara dengan Jokowi.

"Politik sandera yang dimainkan Jokowi atau pemerintah membuat ciut partai Golkar," ujarnya.

Direktur Eksekutif Nusantara Institute Political Communication Studies and Research Centre (PolCom SRC) ini menilai, dinamika yang terjadi di Golkar juga tidak lepas dari partai beringin yang juga belum menentukan sikap di Pilpres. Golkar beberapa kali mewacanakan akan membentuk koalisi sendiri.

"Lalu digoyang dengan isu Munaslub dan pemeriksaan Ketua Umum Partai Golkar oleh Kejaksaan Agung," ujarnya.

Karenanya, demi menghindari risiko dan pecahnya soliditas partai jelang Pemilu, Golkar dinilai memilih untuk kembali ke barisan. Andriadi menyebut, risiko Munaslub dan Airlangga yang terseret kasus akan berimbas kepada suara Golkar yang anjlok pada Pemilu 2024.

"Ibarat pepatah sudah jatuh ketimpa tangga pula. Tentu (jika)Ketua Umum (tertangkap) dan Munaslub (terjadi). Maka kondisi kacau dan konsolidasi partai Golkar membutuhkan waktu, imbasnya kesiapan menghadapi pileg dan pilpres akan menjadi terganggu, tumbalnya suara partai Golkar akan menurun pada pileg 2024," ujarnya.

Sebelumnya, dinamika terjadi di internal Partai Golkar belakangan pascadesakan atau imbauan Dewan Pakar Lawrence, Ridwan Hasim dan lainnya untuk mengadakan Munaslub dan mengevaluasi Partai Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga. Beberapa politisi Golkar juga sudah menyatakan kesiapan menjadi Ketua Umum Partai Golkar seperti Luhut Binsar Panjaitan dan Bahlil Lahadalia.

Sedangkan gagasan Munaslub yang menentukan 2/3 DPD Partai Golkar se-Indonesia. Namun, setelah pertemuan Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua DPD Partai Golkar se-Indonesia, keluar keputusan menolak munaslub dan menyarankan sikap Partai Golkar satu suara dengan arahan dan petunjuk Jokowi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement