Jumat 25 Aug 2023 05:27 WIB

Di Afrika, Ada Alquran Berusia 2 Abad Karya Ulama Indonesia, Ditulis Pakai Tinta

Alquran yang ditulis tangan secara langsung itu disimpan di masjid di distrik Bo Kaap

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agus Yulianto
Kitab suci Alquran yang ditulis dengan tangan. (Ilustrasi)
Foto: Antara/Jojon
Kitab suci Alquran yang ditulis dengan tangan. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, CAPE TOWN -- Sekitar 2 Abad lalu, seorang imam Indonesia diasingkan ke ujung selatan Afrika oleh penjajah Belanda kala itu. Selama pengasingan itu, ternyata imam tersebut menulis tangan salinan Alquran yang kemudian menjadi kebanggaan umat Islam Cape Town, Afrika Selatan, sampai saat ini.

Salinan Alquran yang ditulis tangan secara langsung itu disimpan di sebuah masjid di distrik Bo Kaap yang bersejarah di Cape Town Afrika Selatan. Mushaf tersebut ditemukan di dalam kantong kertas di loteng Masjid Auwal, oleh sejumlah pekerja kontruksi ketika mereka sedang membongkarnya untuk merenovasi pada pertengahan tahun 1980-an.

Para peneliti meyakini, salinan Alquran itu ditulis oleh Imam Abdullah bin Qadi Abdus Salaam, yang dikenal sebagai Tuan Guru, setelah dikirim ke Cape Town sebagai tahanan politik. Dia dikirim dari pulau Tidore pada tahun 1780 sebagai hukuman karena ikut serta dalam gerakan perlawanan melawan penjajah Belanda.

"Lotengnya sangat berdebu, sepertinya tidak ada orang yang pernah berada di loteng itu selama lebih dari 100 tahun. Pembangun juga menemukan sekotak teks keagamaan yang ditulis oleh Tuan Guru," kata Cassiem Abdullah, anggota komite masjid, seperti dikutip dari Saudi Gazette, Kamis (24/8/2023).

Salinan Alquran itu tidak dijilid. Terdiri dari halaman-halaman lepas yang tidak diberi nomor. Salinan Alquran tersebut dalam kondisi baik, kecuali beberapa halaman pertama yang robek di bagian tepinya. Tinta hitam dan merah yang digunakan untuk tulisan kaligrafi Arab yang terbaca jelas, tapi kondisinya masih sangat baik.

Bagi komunitas Muslim setempat, itu adalah salah satu artefak paling berharga dalam kekayaan warisan mereka. Mereka pun memastikan bahwa semua halaman yang berisi lebih dari 6.000 ayat Alquran itu ditempatkan dalam urutan yang benar.

Tugas ini dilakukan oleh mendiang Maulana Taha Karaan, yang merupakan ketua ahli hukum Dewan Peradilan Muslim yang berbasis di Cape Town, bersama dengan beberapa ulama setempat. Keseluruhan proses, yang diakhiri dengan penjilidan halaman-halaman tersebut, memakan waktu tiga tahun untuk diselesaikan.

Sejak itulah, salinan Alquran dipajang di Masjid Auwal. Masjid ini sendiri didirikan oleh Tuan Guru pada tahun 1794 sebagai masjid pertama di tempat yang sekarang disebut Afrika Selatan. Mushaf Alquran tersebut pernah hampir dicuri. Bahkan pencurian ini terjadi tiga kali. Ini mendorong panitia untuk menyimpannya dalam kotak anti api dan peluru di depan masjid, pada 10 tahun yang lalu.

Penulis biografi Tuan Guru, Shafiq Morton, percaya bahwa cendekiawan tersebut kemungkinan besar mulai menulis salinan pertama dari lima salinan lainnya saat ditahan di Pulau Robben, tempat ikon anti-apartheid Nelson Mandela dipenjara dari tahun 1960-an hingga 1980-an. Alquran terus ditulis sampai masa pembebasannya.

Sebagian besar salinan ini diyakini ditulis ketika Imam Abdullah bin Qadi Abdus Salaam berusia antara 80 dan 90 tahun. Pencapaiannya dipandang sangat luar biasa karena bahasa Arab bukanlah bahasa pertamanya.

Menurut Morton, Imam Abdullah bin Qadi Abdus Salaam dipenjara di Pulau Robben dua kali. Pertama dari tahun 1780 hingga 1781 ketika ia berusia 69 tahun. Kedua, antara tahun 1786 dan 1791.

"Saya percaya salah satu alasan dia menulis Alquran adalah untuk membangkitkan semangat para budak di sekitarnya. Dia menyadari bahwa jika dia menulis salinan Alquran, dia dapat mendidik umatnya dari Alquran dan mengajari mereka tentang martabat di saat yang sama," kata Morton.

"Kalau kita lihat di arsip, kertas yang dipakai Belanda mirip sekali dengan yang dipakai Tuan Guru. Mungkin kertasnya sama. Pena-nya dibuatnya sendiri dari bambu dan tinta hitam dan merahnya mudah diperoleh dari pemerintah kolonial," ujarnya.

Syekh Owaisi, seorang dosen sejarah Islam Afrika Selatan yang telah melakukan penelitian ekstensif terhadap Alquran tulisan tangan di Cape Town, meyakini Imam Abdullah bin Qadi Abdus Salaam terdorong oleh kebutuhan untuk melestarikan Islam di kalangan tahanan dan budak Muslim di tempat yang saat itu merupakan koloni Belanda.

"Tuan Guru menulis salinan Alquran dan mengajarkannya kepada anak-anak dan menyuruh mereka untuk menghafalkannya. Ini menceritakan kisah ketahanan dan ketekunan. Ini menunjukkan tingkat pendidikan orang-orang yang dibawa ke Cape Town sebagai budak dan tahanan," terangnya.

Imam Abdullah bin Qadi Abdus Salaam juga menulis buku teks berbahasa Arab setebal 613 halaman berjudul Ma'rifat wal Iman wal Islam (Ilmu Iman dan Agama) yang bersumer dari ingatannya. Buku ini adalah panduan dasar keyakinan Islam, yang telah digunakan selama lebih dari 100 tahun untuk mengajarkan umat Islam di Cape Town tentang keyakinan mereka.

Kondisinya masih bagus dan dimiliki oleh keluarga Rakiep, keturunan Tuan Guru. Replikanya disimpan di perpustakaan nasional di Cape Town. "Dia duduk dan menuliskan segala hal yang dia ingat tentang keyakinannya dan dia menggunakannya sebagai teks untuk mengajar orang lain," kata Syekh Owaisi.

Dari lima mushaf Alquran yang ditulis tangan Tuan Guru, tiga masih bisa dijaga. Satu mushaf ada di masjid Auwal, dan dua lainnya milik keluarga, termasuk cicitnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement