REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Keberadaan santri kalong atau santri non mukim di pondok-pondok pesantren di Kabupaten Cirebon dan Indramayu, hingga kini masih lestari. Para santri bisa menimba ilmu agama meski di sisi lain mereka tetap bisa beraktivitas lainnya di tengah masyarakat.
Seperti di Buntet Pesantren, Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Di bawah naungan Yayasan Lembaga Islam (YLPI) Pondok Buntet Pesantren, saat ini terdapat 66 pondok pesantren yang masih menerima santri kalong.
Kepala Bidang Kepesantrenan YLPI Pondok Buntet Pesantren, KH Mohammad Lhutfi, menjelaskan, sepanjang sejarah sejak awal pendiriannya, Buntet Pesantren tidak pernah menolak siapapun yang mau menuntut ilmu. Hal itu sesuai dengan amanah para sesepuh pendiri pesantren yang telah berusia ratusan tahun tersebut.
‘’Ini amanah. Siapapun yang mau menuntut ilmu, kita terima,’’ kata Lhutfi, Rabu (20/9/2023).
Lhutfi menyebutkan, jumlah seluruh santri di 66 pondok pesantren yang ada dibawah naungan YLPI Pondok Buntet Pesantren sekitar 10 ribu orang. Dari jumlah itu, sekitar 8.300 santri mukim dan sekitar 1.700 santri non mukim atau santri kalong.
‘’Mereka tersebar di 66 pondok pesantren yang ada dibawah naungan yayasan (YLPI Pondok Buntet Pesantren),’’ terang Lhutfi.
Istilah santri kalong dimaksudkan sebagai santri yang mengaji di pesantren pada malam hari. Sedangkan pada siang harinya, mereka membantu orang tua di rumah atau menjalankan aktivitas lainnya.
Lhutfi mengatakan, para santri kalong itu berasal dari desa-desa terdekat dari pesantren. Mereka bebas memilih waktu belajar di pesantren sesuai waktu luang yang mereka miliki.
Biasanya, waktu belajar di pesantren bagi para santri kalong dimulai bada Ashar hingga malam hari. Setelah itu, mereka pulang lagi ke rumah.
‘’Usia santri kalong rata-rata antara 13 – 22 tahun,’’ terang Lhutfi.
Selain di Buntet Pesantren Kabupaten Cirebon, keberadaan santri kalong juga masih banyak ditemui di pesantren-pesantren di Kabupaten Indramayu.
Ketua Forum Pondok Pesantren (FPP) Kabupaten Indramayu, KH Azun Mauzun, mengatakan, ada 167 pondok pesantren di Kabupaten Indramayu yang tergabung dalam FPP.
‘’Banyak yang masih menerima santri kalong,’’ cetus Azun.
Azun mengungkapkan, penerimaan terhadap santri kalong itu merupakan langkah pesantren yang mengakomodir keinginan masyarakat yang tetap ingin belajar agama. Meski di sisi lain, mereka juga bisa tetap bekerja.
‘’Jadi paginya bekerja atau membantu orang tua, sorenya ikut ngaji. Jadi walau punya aktivitas lain, mereka masih mau mengaji,’’ kata Azun.
Tak hanya mereka yang bekerja, lanjut Azun, ada juga santri kalong yang masih duduk di bangku SD hingga SMA. Mereka memilih sekolah di luar pesantren pada pagi hari, kemudian pada sore atau malam harinya mereka belajar agama di pesantren.
‘’Mereka rumahnya dekat dengan pesantren,’’ ucap Azun.
Azun mencontohkan, di Pondok Pesantren Al-Qur’aniyah, Desa Dukuhjati, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, yang diasuhnya, saat ini terdapat 230 santri mukim. Sedangkan santri non mukim atau santri kalong, malah lebih banyak lagi hingga mencapai 290 santri.
Azun menyebutkan, santri kalong di pesantrennya mulai belajar sejak bada Magrib hingga berlanjut sampai sekitar pukul 21.30 WIB. Selanjutnya, mereka tidur di pesantren dan mulai belajar agama lagi bada Subuh sampai sekitar pukul 06.30 WIB.
‘’Mereka tidur di pesantren, tapi asramanya terpisah dengan santri yang mukim,’’ jelas Azun.