Jumat 22 Sep 2023 05:25 WIB

Prabowo Subianto Diminta Jangan Cari Cawapres Level 'Ban Serep'

Prabowo perlu mempertimbangkan konsep meritokrasi dalam menentukan cawapresnya. 

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Ahli hukum tata negara dan konstitusi asal Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Fahri Bachmid.
Foto: Dok Republika
Ahli hukum tata negara dan konstitusi asal Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Fahri Bachmid.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon wakil presiden (Cawapres) diharapkan tak sekadar figur pendongkrak elektabilitas calon presiden (capres) pendampingnya. Cawapres dinilai harus dipilih sesuai kemampuannya dalam membantu tugas bernegara ketika resmi terpilih. 

Hal itu dikatakan pakar hukum tata negara dan konstitusi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Fahri Bachmid terkait belum adanya cawapres dari Capres Prabowo Subianto. Prabowo tak kunjung mengumumkan cawapresnya jelang pendaftaran pasangan capres dan cawapres ke KPU. 

"Konsep yang ideal adalah capres berani mengembalikan serta mendudukkan pranata wakil presiden sesuai derajat konstitusionalnya sesuai UUD 1945, bukan semata-mata ban serep," kata Fahri dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (21/9).

Fahri mengamati, tugas konstitusional negara bakal semakin rumit di masa depan. Sehingga, menurutnya, prinsip meritokrasi adalah keniscayaan dalam memilih cawapres bersosok teknokratis, intelektual, cendekiawan yang menguasai aspek ketatanegaraan serta kepemerintahan.

Secara konvensional, lanjut Fahri, praktik pengisian jabatan wapres berkonsep meritokrasi pernah terjadi dalam sejarah ketatanegaraan, seperti contohnya dwitunggal Soekarno-Hatta. Saat itu, Soekarno berperan sebagai solidarity maker di awal kemerdekaan, dan Hatta berperan sebagai administrator negara.

"Prinsip meritokrasi dalam menentukan Wapres yaitu membuka kesempatan setara bagi setiap figur potensial yang cakap dan teknokratis untuk menyelenggarakan pemerintahan republik secara benar untuk mencapai tujuan negara," ujat Fahri.

Fahri juga menjelaskan, tugas wapres sengaja tidak didesain sedemikian rupa dalam UUD NRI Tahun 1945. Konstitusi menyebutkan tugas Wapres hanya membantu presiden. Namun dalam memaknainya, tugas tersebut berbeda dengan para menteri sebagai pembantu presiden. Secara konseptual, kedudukan Wapres hukumnya lebih tinggi dibanding para menteri negara.

"Prabowo perlu mempertimbangkan konsep meritokrasi dalam menentukan cawapresnya. Caranya, yakni dengan mempertimbangkan figur cawapres sesuai kebutuhan teknis penyelengaraan negara," ujar Fahri. 

Oleh karena itu, Fahri merekomendasikan Ketum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra sebagai Cawapres mendampingi Prabowo. Fahri meyakini sosok Yusril memenuhi kriteria Cawapres berkonsep "meritokrasi".

"Beliau seorang teknokratis yang dapat memainkan peran konstitusionalnya sebagai Wapres fokus pada menata negara, membangun sistem kuat, dan menata birokrasi yang ada saat ini," ujar 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement