Jumat 22 Sep 2023 14:06 WIB

Jerit dan Nestapa Pedagang Pasar Andir Bandung di Ambang Kebangkrutan, Ini Penyebabnya

Harga produk yang dijual secara online lebih murah dan merugikan pedagang di pasar.

Rep: M Fauzi Ridwan/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah kios pakaian di Pasar Andir Trade Center, Kota Bandung terpaksa banyak yang tutup akibat pengunjung yang sepi, Rabu (20/9/2023).
Foto: Republika/ M Fauzi Ridwan
Sejumlah kios pakaian di Pasar Andir Trade Center, Kota Bandung terpaksa banyak yang tutup akibat pengunjung yang sepi, Rabu (20/9/2023).

REPUBLIKA.CO.ID -- Aditya Hilmansyah (21 tahun), pedagang pakaian di Pasar Andir, Kota Bandung, tengah duduk santai di kios milik ayahnya di lantai basement. Jemari tangannya sibuk memainkan handphone. Sesekali, dia menghisap vape sambil menunggu pembeli yang hendak membeli dagangannya.

Hingga pukul 11.30 WIB, Selasa (21/9/2023), kios miliknya terlihat masih sepi dari pembeli. Kios-kios lainnya yang berada di lantai basement pun terlihat sepi pembeli.

 

photo
Pengunjung beraktivitas di Pasar Andir Trade Center, Andir, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (20/9/2023). ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

 

Beberapa orang penjaga toko lebih banyak duduk santai memainkan handphone sambil menunggu pembeli. Pedagang lainnya sibuk merapikan barang dagangannya atau sibuk menjual pakaian secara online.

Di hadapan kamera handphone, beberapa pedagang aktif berjualan pakaian secara live. Satu per satu pakaian dijelaskan detail kepada masyarakat yang melihat secara online.

Pengunjung yang datang ke lantai basement pun bisa dihitung jari jika dibandingkan dengan luas Pasar Andir yang besar. Beberapa dari mereka terlihat tengah mencari barang-barang pakaian yang hendak dibeli.

"Sepi sejak pandemi, sama ada Tiktok yang online shop," ujar Adit mengeluh saat ditemui di kiosnya.

Sejak ayahnya berjualan tahun 2007 di Pasar Andir, pria yang ikut berjualan ke ayahnya ini bercerita bahwa perputaran uang sangat cepat. Namun, pandemi Covid-19 membuat usahanya menurun hingga saat ini.

"Pengunjung mulai sepi dari setelah lebaran tahun 2022. Kalau sekarang seret di konsumen kadang lama bayarnya perputaran uang lambat," kata dia.

Sebelum pandemi Covid-19 dan tren live shop di Tiktok, ia mengatakan pengunjung yang datang dari berbagai daerah di Jabar ini bisa mencapai 90 persen. Namun, saat ini turun drastis menjadi 30 persen bahkan di hari Ahad bisa ke titik 10 persen.

Dengan kondisi itu, ia mengatakan banyak kios di lantai basement yang terpaksa tutup atau dikontrakkan. Bahkan, pemandangan di lantai dua lebih miris karena banyak kios yang tutup di satu blok.

"Di sini pedagang pakaian susah, pedagang makanan juga susah. Waktu tahun 2020 ke bawah, omzet di sini Selasa atau Jumat bisa tembus Rp 30 juta per hari. Kalau sekarang Selasa Jumat kadang di bawah sejuta banyak gak penglaris, lebih banyak nol di hari Ahad dan Rabu," kata dia.

Dengan kondisi itu, ia bersama ayahnya sempat ikut tren dengan berjualan online. Namun, tidak banyak yang membeli barang jualannya hingga akhirnya saat ini ia hanya mengandalkan jualan di grup Whatsapp.

Dia mengaku menjual celana dan atasan mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 120 ribu, sedangkan pakaian dress di atas harga Rp 120 ribu. Namun, harga produk yang dijual secara online lebih murah dan merugikan pedagang di pasar.

Tidak hanya itu, pedagang Tanah Abang yang menyuplai pakaian ke kiosnya pun mengeluhkan kondisi Pasar Andir yang sedikit pemesanan.

"Harganya lebih murah di Tiktok, kalau di sini gak gambil gede, di sini ngambil (untung) Rp 10 ribu," kata dia.

Ia berharap pemerintah segera mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi pedagang. Sebab apabila kondisi tersebut terus berlangsung bisa berujung bangkrut.

Hal senada disampaikan oleh pedagang lainnya Siti dan kawan-kawannya. Mereka mengaku pasar sepi pengunjung bahkan listrik terpaksa dimatikan karena tidak bisa membayar dan tidak ada pembeli.

"Belum ada penglaris, satu potong juga udah untung," ujar dia yang diamini oleh pedagang lainnya.

Ia merasa keberadaan Tiktok shop live berpengaruh besar terhadap kondisi jual beli di pasar. Sebab masyarakat lebih banyak memilih membeli online termasuk harganya yang murah.

"Kebanyakan pengunjung ke Tiktok, di Tiktok jual harga lebih murah kebanting pisan terlalu di bawah pasaran. Kalau begini terus bisa tutup," kata dia.

Pedagang lainnya Naily (24 tahun) merasakan hal yang sama. Ia mengatakan pengunjung yang datang ke kiosnya untuk membeli pakaian bisa dihitung jari setiap harinya. Kebanyakan, masyarakat saat ini lebih membeli online.

Dia pun sempat mencoba berjualan live di beberapa aplikasi medsos. Namun, mereka yang membeli barang pun dapat dihitung jari.

Saat ramai pengunjung, ia mengatakan omzet yang didapat bisa mencapai Rp 30 juta. Namun, saat ini omzet yang didapat berkisar Rp 10 juta dengan kondisi paling maksimal.

"Kondisinya sekarang mengkhawatirkan. Banyak kios yang tutup gara-gara Tiktok Shop Live," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement