REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jabar terus berupaya mengoptimalisasi potensi pendapatan dari dana bagi hasil (DBH) sumber daya alam. Harmonisasi dengan sejumlah stakeholder terus dilakukan berkaitan dengan disahkannya Undang-undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) setahun silam.
Menurut Kepala Bapenda Jabar, Dedi Taufik, dialog dan diskusi menjadi bagian penting sebelum optimalisasi dilakukan. Karena, penyamaan persepsi tidak bisa dilepaskan begitu saja saat aturan baru ditetapkan.
“Pada prinsipnya setiap potensi pendapatan daerah harus dimaksimalkan. Termasuk yang bersumber dari Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam,” ujar Dedi Taufik, Kamis (28/9/2033).
Dedi mengatakan, beberapa kali pihaknya melakukan diskusi, termasuk FGD dengan kementerian terkait. Pekan lalu berlangsung dengan narasumber dari Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat.
Menurutnya, ada banyak hal yang dibahas saat FGD tersebur. Tapi, satu yang pasti adalah harmonisasi antara pemerintah pusat dan daerah.
“Tentu harmonisasi penting. Pemahaman mengenai kebijakan baru kan harus berproses. Karena (pendapatan) ini muaranya kan untuk pembangunan multi sektor, baik itu infrastruktur, pendidikan, kesehatan,” kata Dedi Taufik.
Menurut Dedi, UU HKPD dirancang tujuannya memperkuat desentralisasi fiskal untuk pemerataan. Diskusi dan pembahasan mengenai hal ini penting dilakukan. Sehingga, tidak ada pihak yang merasa dirugikan, solusinya dicari, kebijakan pemerintah pusat dan daerah sinkron, serta masyarakat bisa merasakan manfaatnya.
Perlu diketahui, UU HKPD ini ada dalam rangka menguatkan sinergi keuangan pusat dan daerah, terutama dalam hal perbaikan desentralisasi fiskal. UU ini menggantikan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU 33/2004).
Di dalam UU HKPD, salah satu yang diperbarui adalah rancangan transfer ke daerah (TKD). Salah satunya melalui desain ulang DBH. Alokasi dana untuk daerah didasarkan pada persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada daerah penghasil.
Tujuannya, mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah dan daerah, termasuk pemerataan kepada daerah nonpenghasil meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. DBH terdiri dari beberapa komponen, yakni pajak (PPh, PBB, dan cukai hasil tembakau) dan sumber daya alam/SDA (migas, minerba, panas bumi, kehutanan, perikanan).