Rabu 08 Nov 2023 00:06 WIB

MKMK Berhentikan Ketua MK Anwar Usman Secara tidak Hormat 

Hakim terlapor terbukti melanggar berat kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Rep: Eva Rianti/ Red: Agus Yulianto
Sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan pemberhentian secara tidak hormat hakim Anwar Usman.
Foto: Republika/Prayogi
Sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan pemberhentian secara tidak hormat hakim Anwar Usman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terbukti bersalah melanggar kode etik dan perilaku hakim MK. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstutusi (MKMK) menjatuhkan pelanggaran berat untuk Anwar. 

Hal itu disampaikan oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam agenda putusan kode etik dan perilaku hakim MK pada Selasa (7/11/2023) petang. Penyampaian keputusan itu berdasarkan hasil tiga anggota MKMK, yakni Jimly bersama dengan Bintan R Saragih dan Wahiduddin Adams. 

"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam ruangan rapat, Selasa. 

Dia menjelaskan, Anwar dinilai melanggar Sapta Karsa Hutama tentang prinsip ketidakberpikahan, prinsip integritas, kecakapan, independensi, dan kepantasan serta kesopanan. Putusan itu merupakan satu dari lima amar putusan yang disampaikan oleh Jimly. 

"Kedua, menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi," ujar dia. Putusan itu langsung mendapat applause dari para audiens rapat. 

Lalu, amar putusan yang ketiga yakni memerintahkan Wakil Ketua MK untuk dalam waktu 2x24 jam sejak putusan diucapkan memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai peraturan perundang-undangan. 

"Empat, hakim terlapor tidak berhak untuk mencalonkqn diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan hakim terlapor berakhir," kata dia. 

Kelima, hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR DPD dan DPRD serta pemilihan gubernur, bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement