Rabu 15 Nov 2023 14:16 WIB

Kemenag Usulkan BPIH Rp 105 Juta, Ini Perbedaan BPIH dan Bipih

Setelah BPIH disepakati, baru dihitung berapa besaran Bipih yang dibayar jamaah.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agus Yulianto
Staf Khusus Menteri Agama (Menag) Republik Indonesia, Bidang Media dan Komunikasi Publik, Wibowo Prasetyo
Foto: Dok Republika
Staf Khusus Menteri Agama (Menag) Republik Indonesia, Bidang Media dan Komunikasi Publik, Wibowo Prasetyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2024 atau 1445 Hijriah rata-rata Rp 105 juta. Usulan ini disampaikan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, dalam Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR di Jakarta, Senin (13/11/2023). 

Angka tersebut belum final, karena masih akan dibahas lagi oleh Panitia Kerja yang terdiri dari unsur pemerintah dan Komisi VIII DPR, dengan memperhitungkan asumsi kurs yang paling ideal dan pengecekan harga layanan di dalam negeri maupun di Saudi.

Jika angka tersebut disepakati, apakah jamaah harus membayar Rp 105 juta untuk berhaji ke Tanah Suci? 

Mengutip laman Kemenag, Rabu (15/11/2023), BPIH Rp 105 juta itu bukanlah uang yang harus dibayar oleh jamaah. Masyarakat hanya perlu membayar biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang merupakan bagian dari BPIH.

“Jadi Bipih yang harus dibayar jamaah itu adalah bagian dari BPIH. Kalau Kemenag sampaikan usulan awal BPIH sebesar Rp 105 juta bukan berarti sejumlah itu juga yang harus dibayar langsung jamaah,” jelas Staf Khusus Menteri Agama bidang Media dan Komunikasi Publik Wibowo Prasetyo di Jakarta, Rabu (15/11/2023).

Namun, hinggi kini masih banyak jamaah yang tidak memahami seutuhnya perbedaan antara Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih).

Lalu apa perbedaan BPIH dan Bipih? 

Mengacu pada UU No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, BPIH merupakan dana yang digunakan untuk keseluruhan operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji. Dalam pasal 44 disebutkan, BPIH bersumber dari Bipih, APBN, nilai manfaat, dana efisiensi, dan/atau sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BPIH digunakan untuk membiayai penerbangan, pelayanan akomodasi, pelayanan konsumsi, pelayanan transportasi, pelayanan di Arafah, Mudzalifah, dan Mina (Armuzna), pelindungan, pelayanan di embarkasi atau debarkasi, pelayanan keimigrasian, premi asuransi dan pelindungan lainnya, dokumen perjalanan, biaya hidup, pembinaan dan pelayanan umum jemaah haji selama di tanah air dan di Arab Saudi.

Sedangkan Bipih adalah uang yang harus dibayarkan jamaah. Pembayaran Bipih dilakukan dalam dua tahap, yakni setoran awal saat mendaftarkan diri untuk mendapatkan porsi haji, dan setoran pelunasan saat akan berangkat haji.

Nilai manfaat

Unsur penting lainnya yang menjadi komponen BPIH adalah nilai manfaat. Yakni keuntungan dari hasil pengelolaan dan pengembangan dana haji yang dilakukan melalui penempatan atau investasi oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). 

Setelah BPIH disepakati, baru dihitung berapa besaran Bipih yang dibayar jamaah, dan berapa yang ditanggung dengan Nilai Manfaat.

Sebagai gambaran, pada musim haji 2023 pemerintah dan DPR menetapkan BPIH di angka median Rp 90.050.637,26. Dari situ disepakati, Bipih yang harus dibayar jamaah rata-rata Rp 49.812.700,26 atau 55,3 persen dari BPIH, dan yang bersumber dari nilai manfaat sebesar Rp 40.237.937 atau 44,7 persen dari BPIH.

Mundur lagi ke 2022, disepakati BPIH sebesar Rp 81.747.844,04 per jamaah. Kemudian ditetapkan Bipih yang dibayar jamaah rata-rata Rp 39.886.009 per orang atau 48,7 persen dari BPIH, dan sisanya ditutupi dengan dana nilai manfaat. 

Jadi, komposisi Bipih dan nilai manfaat di tiap musim haji tak selalu sama. Kini tinggal ditunggu, berapa BPIH dan Bipih 2024 yang akan disepakati Panja pemerintah dan DPR. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement