Kamis 22 Aug 2024 11:09 WIB

BEM Kema Unpad Berangkat ke DPR RI, Tolak Revisi RUU Pilkada yang Abaikan Putusan MK

BEM mahasiswa akan bergabung dengan seluruh BEM seluruh Indonesia.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Arie Lukihardianti
Demo mahasiswa (Ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Demo mahasiswa (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-- Ratusan mahasiswa BEM Keluarga Mahasiswa (Kema) Universitas Padjadjaran (Unpad) berangkat dari Bandung menuju ke Jakarta, Kamis (22/8/2024). Mereka hendak mengikuti aksi demonstrasi di gedung DPR RI menolak revisi RUU Pilkada yang abaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua BEM Kema Unpad Fawwaz Ihza Mahendra mengatakan sebanyak 300 orang mahasiswa Unpad berangkat ke Jakarta untuk aksi demonstrasi tolak revisi RUU Pilkada yang mengabaikan putusan MK. Di Jakarta, ia mengaku akan bergabung dengan seluruh BEM seluruh Indonesia.

Baca Juga

"Tuntutan sendiri kami menginginkan pemerintah dan DPR tahu diri, MK itu penjaga konstitusi, tiap putusan final dan mengikat semua orang tanpa terkecuali," ujar Fawwaz saat dihubungi, Kamis (22/8/2024).

Ia melanjutkan pihaknya menginginkan agar pemerintah dan DPR tidak tantrum. Dengan menganulir putusan MK, Fawwaz mengatakan membatasi partai yang tidak bergabung dengan koalisi dan tidak terafiliasi. "Adanya revisi RUU pilkada berlawanan putusan MK untuk kepentingan politik dinasti," kata dia.

Sementara itu, ratusan mahasiswa dan masyarakat dari berbagai kampus bakal melakukan aksi demonstrasi di kantor DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (22/8/2024) siang. Mereka turun ke jalan untuk merespons kondisi demokrasi di Indonesia yang menurun.

Presiden KM ITB Fidela Marwa mengatakan aksi demonstrasi bakal dilakukan oleh KM ITB di kantor DPRD Jabar, Kamis (22/8/2024) dan Jumat (23/8/2024) di Jakarta. Seratus lebih mahasiswa di KM ITB akan dikerahkan untuk aksi tersebut.

"Intinya jelas subtansi aksi sendiri kami mengawal putusan MK dan kami melihat yang terjadi cerminan kemunduran demokrasi sehingga KM ITB tidak bisa diam dan berusaha mengawal," ucap Fidela saat dihubungi, Kamis (22/8/2024).

Sebelumnya, Selasa (20/8), Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan dua putusan krusial yang terkait dengan tahapan pencalonan kepala daerah, yakni Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.

Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.

Sementara itu, putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 menegaskan bahwa batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Putusan itu menggugurkan tafsir putusan Mahkamah Agung (MA) sebelumnya yang menyebut bahwa batas usia itu dihitung sejak pasangan calon terpilih dilantik.

Setelah itu, Badan Legislasi (Baleg) DPR telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada pada Rabu (21/8/2024). Namun, RUU Pilkada itu dinilai bermasalah oleh banyak pihak lantaran tak sesuai dengan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi (MK) sehari sebelumnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement