REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR-- Satreskrim Kepolisian Resor Cianjur, mengembangkan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan pelaku ibu dan anak dari Kecamatan Cibeber, YS (51) dan YL (30). Namun petugas masih memburu YL yang tinggal di luar negeri.
Kapolres Cianjur AKBP Rohman Yongky Dilatha di Cianjur mengatakan, terungkapnya kasus TPPO dengan tersangka ibu dan anak itu, berawal dari laporan korban warga Cianjur yang diberangkatkan secara ilegal ke sejumlah negara di Timur Tengah.
“Kami langsung melakukan penyelidikan dan pengembangan, terdapat tiga tersangka IS, YS dan YL dalam kasus TPPO tersebut, IS dan YS ditangkap, sedangkan YL masih buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO)," ujar Yongky.
Ketiga pelaku memiliki peran berbeda, IS bertugas mencari calon untuk selanjutnya diproses medical check up, membuat dokumen seperti paspor dan lain-lain, sedangkan YS dan YL memberangkatkan korban ke luar negeri tepatnya ke negara di Timur Tengah.
Keterangan YS mencari korban untuk dijanjikan bekerja di luar negeri sebagai asisten rumah tangga dengan gaji sebesar 1.200 real atau Rp5 juta per bulan, korban juga dijanjikan mendapatkan komisi sebesar Rp10 juta jika bersedia berangkat.
"Pelaku IS mendapatkan keuntungan sebesar Rp2 juta per orang yang berangkat, sedangkan pelaku lainnya mendapat keuntungan lebih besar karena mengurus keberangkatan dan penempatan di luar negeri,” katanya.
Kasatreskrim Polres Cianjur AKP Tono Listianto, mengatakan untuk memburu YL pihaknya sudah berkoordinasi dengan Konsulat Besar Republik Indonesia di Dubai, dimana pihaknya akan melakukan penangkapan atau menjemput paksa pelaku.
“Kami akan jemput ke sana atau dipulangkan ke tanah air, informasi-nya YL sedang berada di Dubai dan kami sudah melakukan koordinasi dengan KBRI di Dubai,” katanya.
Dia menjelaskan atas perbuatannya pelaku dijerat Pasal 4 dan 10 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo Pasal 81 dan Pasal 83 Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2017, tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. “Pelaku terancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta,” katanya.
Masih tingginya kasus TPPO yang menimpa masyarakat di Cianjur, pihaknya meminta warga untuk mencari informasi yang jelas sebelum berangkat bekerja ke luar negeri, karena hingga saat ini sejumlah negara di Timur Tengah tertutup untuk pekerja dari Indonesia.
Bahkan, pihaknya meminta masyarakat yang mengetahui atau menemukan adanya kegiatan yang mencurigakan terkait jasa tenaga kerja ke luar segera melaporkan ke pihak kepolisian agar dapat ditindaklanjuti. "Kalau mau bekerja ke luar negeri dapat menghubungi dinas terkait atau mendatangi jasa tenaga kerja resmi, jangan sampai sudah berangkat ternyata ilegal dan saat bermasalah sulit untuk pulang ke kampung halaman," katanya.