REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON-- Jajaran Polresta Cirebon berhasil mengungkap kasus dugaan penyelewengan pupuk bersubsidi. Pengungkapan itu menyusul adanya keluhan petani terkait pupuk bersubsidi.
‘’Pengungkapan kasus itu berawal laporan dari petani setempat yang mengeluhkan kelangkaan pupuk bersubsidi dan harga yang melambung tinggi,’’ ujar Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Sumarni, Senin (19/11/2024).
Setelah menerima laporan itu, polisi kemudikan melakukan penyelidikan. Dari hasil penyelidikan, polisi kemudian menggrebek sebuah rumah yang dijadikan lokasi penimbunan pupuk bersubsidi di Desa Bunder, Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon.
Dalam penggrebekan di rumah milik warga berinisial TR (45) itu, polisi menemukan 3,5 ton pupuk subsidi jenis urea dan sembilan kuintal pupuk jenis NPK Phonska. Sumarni menjelaskan, TR bukanlah pengecer resmi pupuk bersubsidi. Selama ini, TR menggunakan data milik istri dan keponakannya yang terdaftar sebagai penerima pupuk subsidi untuk membeli pupuk di agen resmi.
Setelah berhasil memperoleh pupuk bersubsidi, TR menyimpannya untuk dijual kembali dengan harga lebih tinggi. Pupuk bersubsidi itu dijual kepada warga yang bukan petani atau kelompok tani yang berhak menerima subsidi, dengan harga diatas harga eceran tertinggi (HET). ‘’Pupuk bersubsidi itu dijual dengan harga Rp 450 ribu per 100 kilogram,’’ katanya.
Dari hasil penjualan itu, TR mengambil keuntungan sebesar Rp 2.000 per kilogram. Sehingga total keuntungan yang diperolehnya mencapai Rp 8.800.000.
Pelaku penyalahgunaan pupuk bersubsidi dapat dijerat dengan Pasal 110 dan/atau Pasal 108 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Selain itu, sejumlah pasal dalam UU Darurat RI Nomor 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.
‘’Kami mengimbau kepada masyarakat untuk melaporkan segala bentuk penyalahgunaan pupuk bersubsidi,’’ kata Sumarni.