Kamis 20 Mar 2025 07:43 WIB

SDM yang Bekerja di Sektor Teknologi Banyak yang Menguasai Keilmuan Secara Otodidak

SDM harus dipersiapkan dari awal untuk mengerti industri dan digitalisasinya

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Muhammad Arif (kanan,red)
Foto: Dok Republika
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Muhammad Arif (kanan,red)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Saat ini Sumber Daya Manusia (SDM) yang bekerja di sektor teknologi dan digitalisasi di Indonesia mayoritas dihuni oleh tenaga kerja yang menguasai keilmuan secara otodidak. Oleh karena itu, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Muhammad Arif menilai, perlu adanya akselerasi dari ekosistem akademis untuk mencetak generasi penerus yang terlatih memiliki kompetensi teknologi dan digital.

“Faktanya di Indonesia ini kebanyakan SDM yang berbau teknologi dan digital itu biasanya berbau otodidak, jarang yang benar-benar dari awal dipersiapkan untuk menjadi SDM digital,” ujar Muhammad Arif usai talkshow bertajuk "Implementasi Kecerdasan Artifisial untuk Mendukung Tata Kelola Internet Indonesia" di Tel-U Coffee, belum lama ini.

Baca Juga

Keprihatinan ini, kata dia, harus ditanggulangi dengan peningkatan kualitas maupun kuantitas SDM yang mengerti ekosistem teknologi dan digital secara menyeluruh, baik dari penggunaan, perkembangan hingga industrinya itu sendiri.

“Kita tidak bisa mengandalkan SDM yang berbau hobi saja, kita harapkan SDM nya dipersiapkan dari awal untuk mengerti industri dan digitalisasinya ke depan, sehingga kita gak kalah bersaing dengan negara lain,” katanya.

Arif juga memastikan, dalam satu dekade mendatang, kebutuhan SDM yang menguasai sektor digital masih sangat besar. Terlebih saat ini perkembangan Artifisial Intelegent (AI) di dunia sangat masif.

“Kebutuhan sangat banyak, tapi era sudah berubah, saya rasa ke depan bukan AI akan menggerus pekerjaan, tapi orang yang menggunakan AI bisa lebih baik lagi dalam melakukan pekerjaannya, ini yang penting harus dipersiapkan,” katanya.

Arif menyadari, saat ini dunia AI ini berkembang sangat pesat. Bahkan, 2030 diprediksi akan menjadi era disrupsi AI yang paling tinggi. Sehingga, ia melihat perlu adanya dukungan dari ekosistem yang ada, bukan hanya dari sisi akademik, tapi juga infrastruktur telekomunikasi yang ada di Indonesia.

“Kita sadar saat ini kita masih tertinggal dari beberapa negara, bahkan di ASEAN juga, sehingga kita berharap kolaborasi dengan TelU tidak hanya soal infrastruktur, tapi juga menyiapkan generasi ke depan, agar bisa lebih produktif dengan AI,” paparnya.

Di tempat yang sama, Rektor Tel-U Prof Suyanto mengatakan, pihaknya kini tengah merencanakan perluasan layanan pendidikan hingga bisa dirasakan hingga ke pelosok negeri. Rencananya, pada 2028 mendatang, setidaknya Tel-U akan menerima lebih dari 70.000 mahasiswa setelah tahun ini menerima 46.000 mahasiswa.

“5 tahun ke depan Telkom University mencanangkan national exellent enterpreneur university, kita akan menggunakan AI secara masif,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement