REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Tingkat kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan karya intelektual hingga saat ini masih rendah. Padahal, menurut Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum, Razilu, sejak 2022 Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) sudah bisa dijaminkan kredit pembiayaan di bank.
Berdasarkan data, kata Razilu, jumlah permohonan pengajuan kekayaan intelektual pada 2024 hanya 300 ribu. Jumlah tersebut, masih jauh di bawah jumlah penduduk Indonesia yang memiliki kreativitas.
"Memang masih relatif rendah, tapi kalau dilihat dari pengajuan setiap tahun itu menunjukkan kesadaran masyarakat meningkat. Tapi, kalau dibandingkan dengan jumlah penduduk yang begitu banyak, ini perlu ada upaya masif untuk sosialisasi," ujar Razilu saat mengisi acara Stadium Generale: Optimalisasi Kekayaan Intelektual di Era Transformasi Digital untuk Saya Saing Negeri, Universitas Padjajaran (Unpad), Senin (26/5/2025).
Razilu mengatakan, DJKI pun mendorong seluruh penghasil karya seperti perguruan tinggi, pelaku ekonomi kreatif untuk terus menghasilkan karya dan inovasi. Setelah itu jangan lupa didaftarkan HAKI nya. "Kemudian mereka bisa mengkomersialkan, kalau tiga siklus ini dijaga dengan baik, maka ke depan akan lebih baik," katanya.
Razilu menilai, karya yang memiliki nilai ekonomi dapat menjadi aset berharga. Karena, dengan mematenkan karya itu, maka pemiliknya telah menjaga aset tersebut. "Nah, untuk menjaga aset kekayaan intelektual didaftarkan supaya memiliki perlindungan hukum, memiliki hak ekslusif," katanya.
Razilu pun mendorong para notaris agar memahami perkembangan di mana saat ini HAKI sudah dapat dijadikan anggunan kredit di perbankan. "Karena ketika mereka membuat perjanjian, kontrak itu semakin jelas, itu sudah diatur dalam seluruh peraturan perundangan-undangan, tinggal nanti kita edukasi perbankan agar supaya ini bisa dilakukan secara baik, karena undang-undangnya sudah jelas," paparnya.
Di tempat yang sama, Ketua Ikano Unpad Ranti Fauza Mayana mengatakan, notaris memiliki peran penting dalam pembuatan akta peralihan kekayaan intelektual, penjamin kekayaan intelektual.
"Sehingga sekarang, notaris itu harus aware dan memiliki kepedulian serta meningkatkan kemampuannya dibidang kekayaan intelektual, supaya betul-betul bisa menjadi element yang berfungsi dalam penjaminan kekayaan intelektual di era ekonomi kreatif dan transformasi digital," kata Ranti.
Ranti mengatakan, pihaknya pun mendorong agar ke depan ada lembaga penilai independen yang bersertifikasi. Serta, memiliki kemampuan untuk melakukan valuasi terhadap kekayaan intelektual. "Sekarang kekayaan intelektual itu sudah dapat dijaminkan, sebagaimana amanah UU Hak Cipta nomor 28 tahun 2014, maka di sini juga akan ada peran notaris yang sangat luar biasa," katanya.