REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengklaim harga beras relatif masih terkendali di pasar-pasar tradisional di Indonesia. Apalagi sebelumnya telah dilakukan penyaluran beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) Bulog.
"Sudah mulai terkendali (harga beras)," ujar Budi disela-sela memberikan keterangan pers terkait pengungkapan pakaian bekas di pergudangan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Selasa (19/8/2025).
Apalagi, kata dia, beras SPHP telah disalurkan kepada masyarakat beberapa waktu lalu. Pihaknya terus melakukan pengawasan di seluruh tempat distribusi beras di seluruh Indonesia. "Kita terus melakukan pengawasan, saya kira kan sekarang SPHP sudah disalurkan," kata dia.
Pengamat Pangan sekaligus Koordinasi Aliansi Masyarakat Penyelamat Pertanian Indonesia (AMPPI) Debi Syahputra, mengecam keras praktik manipulasi harga beras yang dilakukan produsen besar. Di saat stok nasional mencapai 4,2 juta ton yang seharusnya menciptakan stabilitas harga, beras justru dijual hingga Rp 17.000/kg. Padahal, harga wajar di tingkat produsen hanya Rp 12.000/kilogram.
“Ini penipuan terhadap konsumen sebesar Rp 5.000/kg. Bisa dibayangkan, jika yang dijual 2 juta ton, kerugian konsumen mencapai Rp 10 triliun. Ini bukan soal stok atau produksi, ini murni ulah mafia pangan yang menahan pasokan dan mengatur pasar demi keuntungan pribadi. Dasar mafia!,” kata Debi, Jumat (15/8/2025).
Menurut Debi, para pendukung produsen besar justru gencar bersuara di media sosial, podcast, dan berbagai forum, mempersoalkan istilah beras oplosan, menuding HPP gabah terlalu tinggi, hingga membangun narasi bahwa Bulog menyerap habis gabah di lapangan.
“Loh faktanya, Bulog hanya menyerap 8 persen sementara swasta 92 persen. Inilah pendukung mafia yang menyerang balik karena gagal meraih keuntungan sebesar-besarnya,”katanya.