Jumat 03 Mar 2023 08:07 WIB

Lakukan Aksi Penganiayaan Berencana, Mario Dijerat 12 Tahun 

Aksi perencanaan penganiayaan sudah ada sejak tersangka Shane dihubungi oleh Mario. 

Rep: Ali Mansur/ Red: Agus Yulianto
Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi memberikan keterangan pers.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi memberikan keterangan pers.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polda Metro Jaya menyebut, aksi penganiayaan terhadap Crytalino David Ozora (17 tahun) oleh anak mantan pejabat pajak, Mario Dandy Satrio (20 tahun) dilakukan secara terencana bukan spontan. Hal ini diketahui setelah penyidik Polda Metro Jaya menemukan fakta-fakta dan alat bukti baru. 

"Kami melihat di sini bahwa dari bukti digital bahwa ini ada perencanaan sejak awal," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (2/3).

Bahkan, menurut Hengki, aksi perencanaan penganiayaan sudah ada sejak tersangka Shane Lukas Rotua Pangondian Lumbantoruan (19)  dihubungi oleh Mario. Kemudian perencanaan ini dikuatkan saat Mario, Shane, dan pelaku AG (15 tahun) bertemu di malam sebelum penganiayaan David.

"Pada saat mulai menelepon SL kemudian bertemu SL kemudian pada saat di dalam mobil bertiga ada mens rea niat di sana," terang Hengki.

Akibat aksi penganiayaan berencana itu Mario dijerat dengan pasal 355 KUHP ayat 1 subsider pasal 354 ayat 1 KUHP subsider 353 ayat 2 KUHP subsider 351 ayat 2 KUHP juncto pasal 76c juncto 80 Undang-undang Perlindungan Anak. Lalu tersangka Shane, Pasal 355 ayat 1 KUHP  juncto 56 KUHP subsider 354 ayat 1 juncto 56 KUHP lebih subsider 353 ayat 2 juncto 56 KUHP lebih lebih subsider 351 ayat 2 juncto 56 KUHP dan atau 76c juncto 80 Undang-undang perlindungan anak.

"Dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara. Itu untuk MDS," tegas Hengki.

Adanya penemuan fakta-fakta dan alat bukti baru juga mengubah status AG (15 tahun) dari saksi menjadi anak yang berkonflik dengan hukum atau pelaku anak. Sehingga AG dijerat dengan 76C juncto pasal 80 Undang-undang perlindungan anak dan atau 355 ayat 1 KUHP  juncto 56 KUHP subsider 354 ayat 1 juncto 56 KUHP lebih subsider 353 ayat 2 juncto 56 KUHP lebih lebih subsider 351 ayat 2 juncto 56 KUHP.

"Untuk penahanan, untuk anak dihindari, bahkan sebaiknya tidak dilakukan," terang ahli hukum pidana anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Ahmad Sofyan.

Lebih lanjut, Sofyan mengatakan, penahanan terhadap anak berkonflik dengan hukum atau menjadi pelaku tindak kejahatan tidak bisa sembarangan dilakukan. Namun, jika tetap ingin dilakukan terhadap pelaku anak, maka pihak kepolisian harus memilik alasan objektif. 

Kata dia, dsetidaknya harus harus ada tiga alasan objektif. Yaitu melarikan diri, diduga melakukan tindak pidana lagi, dan terakhir merusak barang bukti.

"Jadi, Undang-undang Perlindungan Anak secara yuridis menghindari penahanan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum," jelas Sofyan.

Karena itu, Sofyan menegaskan, bahwa penanganan terhadap anak dalam proses hukum tidak bisa disamakan dengan orang dewasa yang ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian jika tetap nekat melakukan penahanan terhadap tanpa alasan objektif tersebut, maka penyidik bisa melanggar Undang-undang Perlindungan Anak.

"Orang dewasa kalau ancaman 5 tahun ke atas bisa ditahan. Kalau anak, ini ancamannya 12 tahun pun tidak wajib. Bahkan kesalahan jika penyidik bisa melakukan penahanan jika tidak ada alasan objektif yang terpenuhi pada diri anak," tegas Sofyan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement