Selasa 14 Mar 2023 10:02 WIB

Bertahan dari Dampak Pandemi, Perajin Kulit Cibaduyut Minta Dukungan Promosi

Rudiana memutar otak agar usaha kerajinan kulitnya dapat terus berjalan.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Irfan Fitrat
Rudiana, salah satu perajin kulit di Cibaduyut, Kota Bandung.
Foto: Republika/Dea Alvi Soraya
Rudiana, salah satu perajin kulit di Cibaduyut, Kota Bandung.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Perajin kulit di Kota Bandung, Jawa Barat, dikabarkan menurun. Seperti yang terjadi di Cibaduyut. Kondisi pandemi Covid-19 menjadi salah satu faktor yang memaksa sejumlah perajin gulung tikar atau beralih profesi.

Rudiana, salah satu perajin kulit di Cibaduyut, menyebut awalnya ada ratusan perajin kulit di Cibaduyut. “Sekarang tersisa sekitar 70-80 perajin saja karena banyak yang berhenti produksi, bahkan ada yang sampai jadi jualan kopi, mi,” ujar pria yang aktif dalam komunitas perajin kulit Cibaduyut itu, saat ditemui Republika di Sentra Sepatu Kulit Cibaduyut, Kota Bandung, Senin (13/3/2023).

Adapun dari keseluruhan perajin kulit di Kota Bandung, Rudiana memperkirakan, dari sekitar dua ribu perajin, hanya sekitar ratusan yang masih bertahan. Sulitnya kondisi usaha saat pandemi menjadi salah satu alasannya.

Rudiana, yang sudah menjalankan usaha kerajinan kulit sejak 1990-an, merasakan betul dampak pandemi. Sebelum pandemi, ia mengaku dalam sehari omzetnya bisa mencapai sekitar Rp 3 juta. Sementara saat pandemi merosot hingga sekitar 70 persen, bahkan sampai tak ada pemasukan. “Pandemi, saya sering tidak dapat uang. Paling bagus Rp 500 ribu,” ujar Rudiana.

Untuk dapat bertahan di tengah kondisi sulit pandemi, Rudiana mengaku memutar otak. Ia memutuskan memproduksi produk dengan bahan dan harga jual yang lebih terjangkau. Ia juga memanfaatkan limbah kulit untuk membuat bermacam aksesori atau pernak-pernik.

“Karena kulit mahal, ada versi kedua, dari bahan imitasi, lebih murah harganya, kita produksi juga. Kita juga buat pernak-pernik dari kulit, mulai dari dompet, tempat korek, dan suvenir, dari limbah produksi kulit yang banyak terbuang di sini (Cibaduyut). Itu kita manfaatkan,” kata Rudiana.

Rudiana melakukan itu agar usahanya bisa terus berjalan dan menghidupi para pekerja, meskipun omzet dan pemasukan merosot tajam saat pandemi. “Jangan sampai para pekerja tidak bekerja, jadi perputaran ekonomi harus ada, walaupun sedikit,” ujar Rudiana.

Selain pandemi, ada persoalan yang selama ini dinilai menjadi kendala bagi para perajin kulit Cibaduyut, yaitu terkait promosi produk. Rudiana menilai, banyak perajin membuat produk berkualitas tinggi, namun mentok di sisi pemasaran. Karena itu, ia berharap pemerintah dapat membantu upaya promosi produk-produk para perajin kulit Cibaduyut.

Pada Senin (13/3/2023), Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung meluncurkan aktivasi Kampung Wisata Kreatif (KWK) Sentra Sepatu Kulit Cibaduyut. Rudiana berharap status KWK ini dapat mendorong upaya promosi.

Apalagi dunia pariwisata mulai berangsur pulih dari dampak pandemi. “Sekarang wisata sudah berangsur ada lagi. Cibaduyut juga sudah perlahan kembali lagi macet. Karena, kalau tidak macet, berarti tidak ada pengunjung,” kata Rudiana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement