Selasa 28 Mar 2023 20:03 WIB

Petani di Daerah Lumbung Padi Keluhkan Rencana Impor Beras

Munculnya kabar impor beras dikhawatirkan merugikan petani.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Irfan Fitrat
(ILUSTRASI) Panen padi.
Foto: ANTARA/Dedhez Anggara
(ILUSTRASI) Panen padi.

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU — Badan Pangan Nasional menugaskan Perum Bulog untuk mengimpor dua juta ton beras hingga akhir tahun ini. Rencana tersebut dipertanyakan petani di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yang merupakan salah satu daerah lumbung padi.

“Aduh, sangat tidak tepat, ini kan lagi panen raya,” kata Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu, Sutatang, kepada Republika, Selasa (28/3/2023).

Menurut Sutatang, setiap kali pemerintah mengeluarkan kebijakan impor beras, biasanya harga gabah di tingkat petani menjadi turun. Penurunan harga itu bisa terjadi, meskipun impor beras belum terealisasi. Jika itu sampai terjadi, kata dia, akan merugikan petani.

Sutatang mengatakan, saat ini petani di Kabupaten Indramayu sedang menikmati harga gabah yang terbilang bagus. Gabah kering panen (GKP) saat ini harganya disebut bisa mencapai Rp 6.000 per kilogram. Adapun harga pembelian pemerintah (HPP) untuk GKP Rp 5.000 per kilogram di tingkat petani dan Rp 5.100 di tingkat penggilingan.

Sutatang menilai, jika kebijakan impor beras dilakukan di masa paceklik antara Desember-Februari, hal itu mungkin bisa dimaklumi. Namun, jika saat masa panen raya, ia menilai, tidak tepat. “Sekarang kan lagi ramai-ramainya panen, mungkin se-Indonesia,” katanya.

Menurut Sutatang, saat ini produksi padi hasil panen di Kabupaten Indramayu relatif tinggi, bisa mencapai sekitar 7,4 ton per hektare. Ia pun optimistis target produksi padi bisa tercapai. “Tapi (untuk stok), kembali lagi ke serapan Bulog,” kata Sutatang.

Sutatang menilai, persoalan stok itu terkait dengan perbedaan antara HPP dengan harga gabah di tingkat petani. Selama ini, kata dia, Bulog hanya menyerap gabah yang harganya sesuai HPP. Sedangkan harga gabah di tingkat petani lebih tinggi dari HPP.

Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Cirebon Tasrip Abu Bakar mempertanyakan alasan impor beras. Menurut dia, semestinya dilakukan penghitungan data produksi beras secara riil di setiap daerah. “Kalau produksi surplus sampai enam bulan ke depan, untuk apa impor?” katanya.

Tasrip mengatakan, saat ini berlangsung panen raya di Kabupaten Cirebon. Menurut dia, petani masih bisa menikmati harga gabah di atas HPP, di mana harganya masih sekitar Rp 5.500 per kilogram. “Biar petani bergairah menanam dengan harga gabah yang bagus,” ujar Tasrip. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement