Jumat 14 Apr 2023 20:27 WIB

Tenda-Tenda Jamaah iktikaf Penuhi Selasar Masjid Habiburrahman Bandung

Jamaah iktikaf di Masjid Habiburrahman diprediksi kian ramai pada 25 dan 27 Ramadhan.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Irfan Fitrat
Sejumlah tenda jamaah yang melaksanakan iktikaf di Masjid Raya Habiburrahman, Jalan Kapten Tata Natanegara, Cicendo, Kota Bandung, Rabu (12/4/2023) dini hari.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Sejumlah tenda jamaah yang melaksanakan iktikaf di Masjid Raya Habiburrahman, Jalan Kapten Tata Natanegara, Cicendo, Kota Bandung, Rabu (12/4/2023) dini hari.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Suasana selasar Masjid Raya Habiburrahman di Kota Bandung, Jawa Barat, sudah ramai dengan tenda-tenda jamaah yang melakukan iktikaf. Pemandangan seperti ini sudah biasa pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

Masjid Raya Habiburrahman berada di Jalan Kapten Tata Natanegara, Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo. Bagi jamaah yang ingin iktikaf di masjid ini, memang diwajibkan untuk memakai tenda sebagai tempat beristirahat.

Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Habiburrahman, Ibnu Bintarto, mengatakan, iktikaf memang berdiam di masjid untuk meningkatkan ibadah. Seluruh kegiatan saat iktikaf di Masjid Raya Habiburrahman pun berpusat di masjid.

“Tapi, kan tidak 24 jam kita beribadah, ada waktunya untuk beristirahat. Maka dengan adanya tenda ini semua jamaah yang ingin beristirahat tidak akan terganggu waktu istirahatnya. Begitu juga mereka yang ingin beribadah di dalam masjid karena orang-orang yang ingin tidur atau istirahat semua ada di tenda masing-masing,” ujar Ibnu, saat ditemui Republika di Masjid Habiburrahman, Kamis (13/4/2023).

Menurut Ibnu, aturan memakai tenda untuk beristirahat bagi jamaah iktikaf ini sudah diterapkan sejak 1998. Masjid milik PT Dirgantara Indonesia (DI) ini menyediakan setidaknya 300-400 slot ukuran dua kali dua meter bagi jamaah iktikaf untuk membangun tenda. 

Untuk mengisi slot tenda tersebut, jamaah membayar Rp 250 ribu per slot. “Rp 250 ribu itu hanya untuk penyewaan kaveling saja. Untuk makan iftar maupun sahur itu tidak termasuk karena memang kebanyakan jamaah sudah membawa makanan sendiri atau lebih memilih untuk membeli sendiri,” kata Ibnu.

Menurut Ibnu, sejauh ini tidak ada jamaah yang mengeluh atau tidak berkenan dengan aturan tersebut. Ia mengatakan, jamaah memang datang untuk memaksimalkan ibadah pada hari-hari terakhir bulan Ramadhan dan mengikuti berbagai kegiatan yang disiapkan di Masjid Raya Habiburrahman.

“Untuk makanan memang kami bebaskan. Kami undang pedagang dan UMKM untuk berjualan di saat berbuka hingga sahur. Jadi, jamaah dibebaskan memilih sesuai bujetnya masing-masing. Sebelumnya memang kami sempat sediakan makanan katering, tapi tahun ini kami bebaskan jamaah untuk memilih sendiri,” ujar Ibnu.

Pada hari kedua iktikaf, Ibnu mengatakan, slot tenda hampir seluruhnya terisi. Menurut dia, animo iktikaf pada bulan Ramadhan ini tinggi karena selama tiga tahun tidak ada kegiatan iktikaf di Masjid Raya Habiburrahman akibat kondisi pandemi Covid-19.

Berkaca pada pengalaman sebelumnya, menurut Ibnu, biasanya jamaah iktikaf semakin ramai pada malam-malam ganjil, terutama 25 dan 27 Ramadhan.

“Animo yang terlihat dari hari pertama cukup meningkat dari tahun sebelumnya. Kalau hari pertama, jika dilihat dari jumlah shaf, bisa mencapai 400 jamaah. Lalu hari kedua mencapai 600 jamah. Kayaknya nanti akan bertambah lagi, terlebih setelah masa libur sekolah atau kantor. Puncaknya itu biasanya di malam 25 dan 27, itu bisa mencapai tiga-empat ribu jamaah,” ujar Ibnu.

Salah satu warga yang iktikaf di Masjid Raya Habiburrahman, Murni (65 tahun), mengaku sudah rutin iktikaf di masjid ini sejak 2004. Kegiatan ibadah, juga program kajian agama selama iktikaf menjadi alasan terbesarnya untuk selalu iktikaf di Masjid Raya Habiburrahman.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement