REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika seorang hamba sedang berada di dalam jurang kemaksiatan, terkadang sulit baginya untuk meninggalkan kemaksiatan yang dilakukan. Mengapa demikian?
Imam Al Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah menjelaskan, meninggalkan maksiat sejatinya lebih berat dibandingkan mengerjakan ketaatan. Mengerjakan ketaatan dinilai lebih mudah dilakukan oleh banyak orang, namun meninggalkan maksiat tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.
Sebab, menurut Imam Al Ghazali, meninggalkan maksiat hanya dapat dilakukan oleh para shiddiqin (orang-orang yang benar). Oleh karena itu, Rasulullah SAW menggambarkan upaya beratnya meninggalkan maksiat.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, "Al muhajiru man hajara as-su-a wal mujahidu man jahada hawaahu,". Yang artinya, "Orang yang berhijrah dengan sebenarnya adalah orang yang berhijrah dari keburukan (meninggalkan keburukan). Dan mujahid yang sebenarnya adalah orang yang menerangi hawa nafsunya,".
Imam Al Ghazali pun berpesan, sesungguhnya agama itu terdiri dari dua hal. Pertama adalah meninggalkan maksiat, dan yang kedua adalah mengerjakan ketaatan. Menjauhi kemungkaran dan melaksanakan ketaatan kepada Allah harus senantiasa diupayakan, baik dalam keadaan mudah maupun sulit.