REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU — Harga garam krosok di tingkat pedagang wilayah Kecamatan Losarang dan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, disebut masih terbilang tinggi. Produksi garam di kedua wilayah sentra garam itu disebut belum maksimal karena masih turun hujan.
Saat ini harga garam krosok di tingkat pedagang masih berkisar Rp 4.500-5.000 per kilogram, turun sedikit dari Maret lalu yang mencapai sekitar Rp 5.500 per kilogram.
Salah seorang petani garam asal Kecamatan Losarang, Ali Mustadi, mengatakan, harga garam lokal masih tinggi karena stoknya terbatas. Menurut dia, petani belum bisa optimal memproduksi garam lantaran kondisi cuaca yang terkadang masih turun hujan.
Lahan tambak di kedua wilahan sentra garam Indramayu itu pun masih belum semuanya digarap. “Produksi garam masih terkendala cuaca, sehingga stoknya masih minim. Jadi, harganya juga tetap tinggi,” ujar Ali, Rabu (10/5/2023).
Ali memperkirakan harga garam relatif masih tinggi hingga Juni-Juli mendatang. Setelah itu, diprediksi harga garam berangsur turun hingga puncak musim kemarau, yang diprakirakan terjadi pada Agustus mendatang. “Agustus itu panen raya garam,” kata Ali.
Meski produksi garam lokal masih minim, Ali mengatakan, pasokan untuk kebutuhan masyarakat masih terbilang aman. Pasalnya, kata dia, ada pasokan garam dari luar daerah, seperti Rembang, Jawa Tengah, dan Madura, Jawa Timur.
Selain itu, ada pula bandar garam yang mendatangkan garam dari luar Pulau Jawa, yakni dari Jeneponto, Sulawesi Selatan. Garam dari Jeneponto itu dikirim melalui Tanjung Perak, Surabaya, selanjutnya disalurkan hingga sampai ke Kabupaten Indramayu. “Makanya harganya masih mahal,” kata Ali.
Menurut salah satu bandar garam di Kecamatan Kandanghaur, Sarmin, para petani garam di daerahnya sudah mulai turun menggarap lahan sejak awal Ramadhan lalu.
Saat itu intensitas hujan berkurang. Namun, hasil produksi garam belum maksimal karena hujan terkadang masih turun. “Ada sih yang sudah panen, tapi hasilnya masih kurang bagus,” ujar Sarmin.