Senin 20 Nov 2023 00:25 WIB

Biden Tulis 2 Surat Berbeda untuk Tanggapi Perang Israe-Hamas di Gaza

Tidak lazim bagi Gedung Putih untuk membuat versi surat yang berbeda.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Agus Yulianto
President Joe Biden.
Foto: AP Photo/Andrew Harnik
President Joe Biden.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, menulis dua surat dengan pesan yang berbeda terkait perang Israel-Hamas di Gaza. NBC melaporkan, satu surat menunjukkan dukungan Biden untuk Israel melawan “terorisme” kelompok Palestina Hamas, dan surat lainnya berbicara tentang upaya pemerintah AS untuk melindungi warga sipil di Jalur Gaza.

Menurut NBC, surat yang dikirimkan kepada kelompok pro-Israel menyerukan bahwa peristiwa Holocaust kembali terulang. Hal ini sehubungan dengan serangan mengejutkan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan. Dalam surat itu, Biden juga menjanjikan dukungan berkelanjutan kepada Israel dan upaya untuk mengembalikan tawanan yang diculik oleh Hamas dan ditahan di Gaza.

“Rakyat Israel hidup melalui momen kejahatan murni yang memunculkan kembali kenangan mengerikan dan merupakan hari paling mematikan bagi orang Yahudi sejak Holocaust”, ujar NBC melaporkan surat Biden, tertanggal 1 November.

“Amerika Serikat mendukung Israel. Kami akan terus memastikan bahwa Israel memiliki apa yang dibutuhkan untuk mempertahankan diri melawan terorisme sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional," kata isi surat itu.

Sementara dalam surat lainnya, Biden mengatakan, AS berfokus pada pengiriman bantuan ke Palestina. Dalam surat itu, Biden tidak menyebutkan Holocaust atau dukungan AS terhadap Israel.

“Kami berduka atas banyaknya warga Palestina tak berdosa yang terbunuh,” ujar NBC melaporkan surat kedua Biden, tertanggal 8 November.

"Pemerintah bekerja sama dengan mitra-mitranya untuk memastikan bahwa bantuan yang menyelamatkan nyawa, termasuk makanan, air, dan obat-obatan dapat segera menjangkau warga Palestina yang tidak bersalah di Gaza, dan menekankan bahwa Amerika Serikat dengan tegas mendukung perlindungan warga sipil selama masa krisis," ujar isi surat itu.

NBC melaporkan, tidak lazim bagi Gedung Putih untuk membuat versi surat yang berbeda mengenai topik yang sama dengan penekanan sangat berbeda. NBC menambahkan, insiden tersebut mencerminkan ketegangan politik yang dijalani Biden ketika unsur-unsur koalisinya yang pro-Israel dan pro-Palestina bertikai karena perang tersebut menjelang pemilu 2024.

Dalam sebuah opini yang diterbitkan pada Sabtu (18/11/2023) di Washington Post, Biden menulis bahwa Gaza dan Tepi Barat harus dipersatukan kembali di bawah satu struktur pemerintahan, yaitu Otoritas Palestina yang telah direvitalisasi.

“Gaza tidak boleh lagi dijadikan platform terorisme. Tidak boleh ada pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza, tidak boleh ada pendudukan kembali, tidak boleh ada pengepungan atau blokade, dan tidak boleh ada pengurangan wilayah,” ujar Biden.

Biden menambahkan, setelah perang selesai, suara rakyat Palestina dan aspirasi mereka harus disuarakan, termasuk mendirikan pusat pemerintahan pascakrisis di Gaza. Awal pekan ini, presiden AS dan dua anggota kabinetnya dituntut karena bersekongkol dengan genosida di Gaza.

Pengaduan federal (PDF) diajukan terhadap Biden, Menteri Luar Negeri Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin. Pengaduan itu menuduh Biden dan pejabatnya gagal terlibat dalam genosida yang sedang berlangsung di pemerintah Israel. Mereka dinilai gagal mencegah genosida di Gaza.

Pengaduan tersebut mencatat bahwa Washington adalah sekutu terdekat dan pendukung terkuat Israel. Washington juga menjadi penyedia bantuan militer terbesar kepada Israel. Israel menjadi penerima kumulatif terbesar bantuan luar negeri AS sejak Perang Dunia Kedua. Oleh karena itu, AS dapat memberikan efek jera terhadap pejabat Israel yang kini melakukan tindakan genosida terhadap rakyat Palestina.

Pekan ini polisi yang mengenakan perlengkapan antihuru-hara terlibat bentrok dengan para demonstran yang menyerukan gencatan senjata di luar markas besar Komite Nasional Partai Demokrat di Washington, DC. Protes terjadi sehari setelah ribuan pengunjuk rasa pro-Israel berkumpul di National Mall sambil memegang plakat bertuliskan, “Biarkan Israel menyelesaikan pekerjaannya”, “Dari sungai hingga laut, hanya Israel yang akan Anda lihat” dan “Tidak ada gencatan senjata”.

Setidaknya 12.000 orang, termasuk 5.000 anak-anak, telah meninggal dunia dalam serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober. Sementara Israel mengklaim jumlah korban tewas akibat serangan Hamas di pihak mereka mencapai sekitar 1.200 orang. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement