REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Anies Rasyid Baswedan, Surya Tjandra menanggapi anggapan adanya fobia terhadap calon presiden (capres) nomor urut 1 itu. Padahal menurutnya, tak perlu ada kekhawatiran terhadap mantan gubernur DKI Jakarta itu.
Terkadang, kekhawatiran tersebut berdampak kepada banyaknya pihak yang enggan dikaitkan dengan Anies. Menurutnya, itu terjadi karena ketidaktahuan yang pada akhirnya menimbulkan prasangka.
"Rasanya kita semua tidak perlu khawatir dengan Anies, beliau manusia juga kok. Ketakutan biasanya berasal dari ketidaktahuan, barangkali sebagian masih belum kenal Anies Baswedan yang sesungguhnya, jadi prasangka yang muncul," ujar Surya saat dihubungi, Senin (20/11/2023).
Menurutnya, masyarakat harus proaktif mencari tahu tiga pasangan capres-cawapres pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Hal tersebut diperlukan, karena sikap pemilih-lah yang akan menentukan masa depan Indonesia pada lima tahun ke depan.
"Siapapun pilihannya, saya kira kita butuh Anies Baswedan untuk membuat pilpres nanti lebih berkualitas. Situasi yang kian rumit dengan manuver-manuver kekuasaan yang membuat blunder, perlu dijawab dengan keberanian dari rakyat, keyakinan bahwa kebaikan dan keikhlasan akan menang," ujar Surya.
Sebelumnya, Sekretaris Universitas Gadjah Mada (UGM) Andi Sandi buka suara soal isu yang menyebut adanya intervensi dari pihak Rektorat UGM untuk melarang kehadiran calon presiden Anies Baswedan di salah satu kegiatan seminar yang digelar di UGM. Andi menegaskan bahwa kegiatan tersebut bukanlah acara UGM.
"Pertama, itu acara bukan acara UGM, ya, jadi acara itu dilaksanakan sebuah institusi yang namanya Bersama Indonesia dan meminjam tempat di MM UGM, dan izinnya pun hanya meminjam tempat," kata Andi kepada Republika, Ahad (19/11/2023).
Andi menambahkan, pihak rektorat tak pernah memberi pernyataan terkait persiapan dan penyelenggaraan kegiatan tersebut. Pihak UGM juga sudah menghubungi panitia dan menanyakan terkait tangkapan layar percakapan yang tersebar di media sosial.
"Yang chat tersebar itu chat dia di grup, tapi bukan dia yang nyebar. Yang memberi nama rektorat itu dia salah mempersepsikan, padahal orang itu bukan orang rektorat," ucapnya.