Kamis 14 Dec 2023 17:19 WIB

Firli Bahuri Memohon Dewas KPK Tunda Sidang Kode Etik

Firli masih menjalani sidang praperadilan soal penetapan status tersangkanya.

Anggota Dewas KPK - Syamsuddin Haris.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Anggota Dewas KPK - Syamsuddin Haris.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri memohon kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK untuk menunda sidang dugaan pelanggaran etik terhadap dirinya. Pasalnya, dia masih menjalani sidang praperadilan soal penetapan status tersangka di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

"Pak FB (Firli Bahuri) minta sidang etik setelah 18 Desember 2023. Alasannya, beliau masih mengikuti praperadilan," kata anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris di Gedung Pusat Pendidikan Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (14/12/2023). Awalnya, sidang kode etik tersebut digelar pada Kamis, mulai pukul 09.00 WIB.

Syamsuddin Haris mengatakan, Dewas KPK akan mempertimbangkan permohonan penundaan oleh Firli tersebut. Meski demikian, dia memastikan, sidang perdana kode etik Firli Bahuri tetap dibuka.

"Sidangnya tetap dibuka, kemudian Dewas memutuskan jadwal penggantinya.Setelah itu, ditutup sidangnya. Biasanya begitu," jelas Syamsuddin.

Dia menegaskan, Firli Bahuri, sebagai pihak terlapor, wajib hadir dalam sidang dugaan pelanggaran etik tersebut.

"Kalau terlapor tidak hadir, maka kami tidak bisa melakukan sidang; kecuali tidak hadirnya untuk kesekian kali tanpa alasan yang jelas, misalnya," kata Syamsuddin.

Firli Bahuri dilaporkan ke Dewas KPK karena beredar foto dirinya bersama mantan menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang kini terjerat kasus dugaan korupsi.

Dasar laporan tersebut adalah Peraturan Dewas KPK Nomor 3 Tahun 2021 yang berisi larangan bagi setiap insan KPK untuk bertemu dengan pihak berperkara di lembaga antirasuah tersebut.

Dewas KPK kemudian memutuskan untuk melanjutkan laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh Firli Bahuri ke tahap persidangan kode etik.

Berdasarkan alat bukti dan keterangan 33 saksi, Dewas KPK telah mengantongi cukup alasan untuk melanjutkan dugaan pelanggaran etik ini ke persidangan kode etik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement