REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-- Tata kelola pelindungan data pribadi menjadi hal penting yang harus dilakukan oleh seluruh stakeholder, mulai dari perseorangan, industri hingga pemerintah sebagai regulator. Karena, kejahatan siber saat ini terus meningkat dengan ditandai banyaknya serangan-serangan terhadap fasilitas digital yang ada di Indonesia.
Oleh karena itu, menurut CEO Xynexis International Eva Noor, harus ada langkah preventif dengan menyiapkan infrastruktur digital yang memadai dari hulu hingga ke hilir untuk melindungi data pribadi masyarakat Indonesia.
Xynexis International sendiri, perusahaan yang fokus dalam bisnis keamanan siber. Eva menilai, keamanan siber perlu dipersiapkan sesegera mungkin melalui dua hal. Yakni pertama penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan yang kedua adalah keseriusan pemerintah untuk membuat regulasi pelindungan data informasi yang komprehensif.
“Semakin kesini itu tantangannya semakin besar sebetulnya. Kenapa? Karena transformasi digital apalagi di Indonesia itu masif sekali. Nah dengan adanya transformasi digital ini harus juga dibarengi dengan keamanan informasi, keamanan data yang mumpuni. Untuk itulah pemahaman ini kan bukan hanya untuk satu industri saja atau satu sektor saja, tapi harus untuk semua,” ujar Eva di sela gelaran Road to 3rd Indonesia Data Privacy and Protection Symposium, di Indigo Hotel, Bandung, Rabu (6/11/2024).
Dari segi SDM, Eva menilai memang saat ini terjadi peningkatan dari sisi kualitas. Namun, ternyata saat ini belum ditunjang dengan kuantitas yang sebanding dengan yang dibutuhkan industri.
“Saya akui sekarang (kualitasnya) meningkat, tapi masih kurang, karena memang ternyata perkembangan teknologi informasi ini sangat pesat, sehingga dibutuhkan waktu untuk para SDM ini beradaptasi lagi dengan dunia digital terkini,” katanya.
Hal itu, kata dia, membuat kesenjangan antara ketersediaan SDM yang relevan dengan kebutuhan di lapangan. Sehingga ia menilai harus ada langkah agresif untuk mencetak generasi yang melek digital dan cepat beradaptasi dengan perubahan yang
“Digital transformasinya cepat banget, masif sekali, nah orangnya, tumbuhnya tidak secepat itu jadi makanya butuh langkah-langkah yang cukup agresif. Ini gak bisa sendirian harus semua kolaborasi untuk menciptakan talent talent ini gitu, karena Indonesia butuh,” katanya.
Selain itu, ia juga menilai perlu adanya regulasi yang menyeluruh untuk menerapkan pelindungan data pribadi. Pasalnya, hal ini merupakan keniscayaan yang memang harus dipersiapkan secepat mungkin.
“Kita tuh mengajak semua baik itu organisasi, baik itu lembaga kementerian dan lain-lain untuk berkolaborasi sih karena ini cukup penting sekali dan kita memang sudah waktunya tidak bisa lagi istilahnya denial. Kita benar-benar harus memulai satu membangun SDM, kedua serius dalam penanganan keamanan informasi, keamanan data digital, harus serius,” jelasnya.
Sementar itu, Lead Data Protection Konsultan di PT Sinexis International Satrio Wibowo mengatakan, saat ini memang Indonesia terbilang terlambat dalam menyiapkan instrumen infrastruktur digital bila dibandingkan dengan negara lain. Meskipun Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) sudah ada, namun ia melihat dari sisi aturan pelaksananya belum ada. Selain itu, terkait dengan pelaksanaan kepatuhannya belum ada penegakan hukumnya.
“Jadi walaupun secara hukum undang-undang PDP itu sudah aktif, sudah berlaku secara penuh, namun karena penegakan hukumnya juga masih belum jelas, lembaga yang mengatur juga belum jelas, ya kita masih harus menunggu beberapa tahun ke depan sehingga akhirnya Perlindungan data pribadi itu memang benar-benar bisa dilaksanakan di Indonesia,” paparnya.
Sementara menurut Direktur Operasi dan Teknologi Bank Mega Syariah, Selamet Ruyadi, hingga saat ini memang soal PDP ini sudah berjalan dengan rigid di sektor perbankan. Hal itu memang diatur oleh Peraturan OJK sehingga mau tidak mau hal itu harus dilakukan untuk pelindungan data konsumen.
“Jadi kalau di perbankan sebetulnya ini dalam beberapa aspek sudah kita lakukan. Jadi sebetulnya dengan PDP muncul ini jadi penguat. Hanya saja memang secara teknis kita perlu melihat juga dengan ketentuan-ketentuan yang lain yang sudah mengatur sebelumnya,” katanya.
Pasalnya, kata dia, memang saat ini penggunaan teknologi digital dalam proses bisnis perbankan terus meningkat. Hal itu tergambar dalam presentase layanan bank secara tatap muka, khususnya dalam hal pembukaan rekening yang berkurang hingga 60 persen.
“Pembukaan rekening lewat digital, itu sekarang porsinya mungkin sudah 60 persen lebih dari total pembukaan rekening yang biasa, yang konvensional gitu ya, yang datang ke cabang,” katanya.
Sehingga ia menyambut baik dan mendorong adanya tata kelola pelindungan data pribadi yang menyeluruh. Sehingga, seluruh proses bisnis yang menggunakan layanan digital bisa terlindungi dengan baik.