Jumat 25 Apr 2025 12:04 WIB

Peringatan KAA ke-70, Negara Selatan Global Berkumpul di Bandung Bahas Kebijakan Trump

Negara-negara berkembang diharapkan naik kelas.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Karta Raharja Ucu
Simposium negara selatan global dalam rangka memperingati Konferensi Asia Afrika ke-70 digelar di Hotel Pullman, Kota Bandung, Kamis (24/4/2025). Diharapkan ke depan, negara-negara yang masih berkembang bisa naik kelas menjadi negara menengah bahkan maju.
Foto: Fauzi Ridwan/ Republika
Simposium negara selatan global dalam rangka memperingati Konferensi Asia Afrika ke-70 digelar di Hotel Pullman, Kota Bandung, Kamis (24/4/2025). Diharapkan ke depan, negara-negara yang masih berkembang bisa naik kelas menjadi negara menengah bahkan maju.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Simposium negara selatan global dalam rangka memperingati Konferensi Asia Afrika ke-70 digelar di Hotel Pullman, Kota Bandung, Kamis (24/4/2025). Diharapkan ke depan, negara-negara yang masih berkembang bisa naik kelas menjadi negara menengah bahkan maju.

Kegiatan tersebut digelar Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (UI) bekerjasama dengan School of International Relations and Public Affair Fudan University. Kedutaan besar Republik Rakyat Tiongkok di Indonesia, Kadin Tionghoa-Indonesia dan Kadin Indonesia untuk Tiongkok.

Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI Prof Supriatna mengatakan simposium negara selatan global digelar dengan latar belakang peringatan Konferensi Asia Afrika ke 70 yang masih relevan. Sebab negara selatan global masih menghadapi masalah kemiskinan dan ketertinggalan.

"Tema besarnya adalah menghidupkan kembali semangat Asia Afrika, agar negara-negara berkembang bisa naik kelas menjadi negara menengah dan ke depan menjadi negara maju," ucap dia disela-sela acara simposium, Kamis (24/4/2025).

Prof Supriatna mengatakan Indonesia pun didorong untuk menjadi negara maju. Beberapa tema yang diangkat dalam simposium, ia mengatakan seperti community development sebab masih banyak masyarakat yang terpinggirkan.

Apalagi, ia menyebut saat ini muncul kebijakan tarif pajak dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump, tekanan resesi global yang menyebabkan PHK, kenaikan pajak dan kerugian ekonomi. Prof Supriatna pun mendorong negara Asia Afrika tidak terjebak isu politik didominasi kekuatan besar.

"Kami ingin mendorong kesejahteraan masyarakat di negara-negara yang tertinggal. Karena ini menyangkut geopolitik, geoekonomi, dan geostrategi, kita ingin agar negara-negara Asia dan Afrika tidak terjebak dalam isu-isu politik yang didominasi oleh kekuatan besar seperti Amerika Serikat," kata dia.

Setelah simposium, Prof Supriatna mengatakan kerjasama bakal dilakukan dengan China, Jepang, Korea dan negara-negara Afrika. Beberapa diantaranya seperti riset, pertukaran pelajar dan dosen serta program kunjungan profesor.

Hasil-hasil riset pun, ia mengatakan bakal diserahkan kepada pemerintah agar bisa diimplementasikan. Diharapkan dari simposium, melahirkan kebijakan-kebijakan yang bermanfaat. Total peserta yang hadiri simposium sebanyak 600 orang dari negara Asia, Afrika dan Indonesia.

"Harapannya, negara-negara Asia dan Afrika bisa bersatu, terutama dalam hal ekonomi. Misalnya, kita bisa bekerja sama dalam pengaturan tarif, pajak, dan kebijakan perdagangan agar saling menguntungkan," kata dia.

Ketua ASEAN-China Research Center Humprey Arnaldo Russel mengatakan negara selatan global harus menggalang kekuatan dan membangun soliditas agar siap menghadapi kebijakan-kebijakan yang muncul seperti kebijakan presiden Amerika Serikat Donald Trump. Ia melanjutkan konferensi Asia Afrika bisa menjadi spirit untuk membangun soliditas tersebut.

"Ketika soliditas dibangun mungkin kita akan lebih siap untuk menghadapi kebijakan seperti kebijakan yang dibuat oleh Donald Trump seperti yang pernah kita lakukan tahun 1955 Ketika bangsa kita sedang dijajah spirit itu kita bangun kalau itu bisa kita bangkitkan lagi mungkin akan baik untuk kita," kata dia.

(N-Muhammad Fauzi Ridwan)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement