REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Permintaan tenaga ahli artificial intelligence (AI) di perusahaan atau lembaga pemerintah meningkat tajam. Namun, menurut Praktisi teknologi digital Archy Renaldy Pratama Nugraha, hingga saat ini belum tersedia standar kompetensi lulusan (SKL) nasional yang spesifik mengatur kompetensi lulusan vokasi di bidang tersebut.
Archy menilai, kondisi itu menciptakan kesenjangan antara kebutuhan industri dan ketersediaan sumber daya manusia yang terstandar secara kompetensi. Dengan respons pemerintah yang saat ini menyusun draf SKL melibatkan lintas sektor diharapkan menghasilkan standar yang dapat menjadi acuan nasional.
"Diharapkan (draft) menghasilkan standar yang dapat menjadi acuan nasional bagi lembaga pelatihan dan kursus dalam merancang program berbasis kebutuhan nyata," ujar Direktur PT Langgeng Inovasi Teknologi (Langit) tersebut, Rabu (18/5/2025).
Ia yang fokus mengembangkan AI, Blockchain, Cloud dan data menyebut turut menjadi reviewer dalam review draf standar kompetensi lulusan untuk kursus dan pelatihan. Kegiatan digelar Direktorat Kursus dan Pelatihan, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kemendikdasmen tanggal 16 sampai 17 kemarin.
Archy yang aktif di dunia wirausaha dan HIPMI mengatakan forum tersebut digelar dalam upaya menyusun SKL untuk sejumlah keterampilan baru yang sangat dibutuhkan pasar kerja, termasuk AI. Ia menekankan pentingnya membangun SKL yang tidak hanya teoritis akan tetapi siap diterapkan di lapangan.
“Saya percaya pendidikan vokasi akan menjadi tulang punggung pembangunan SDM digital Indonesia. Kolaborasi antar pemangku kepentingan sangat penting untuk memastikan output lulusan relevan dengan tantangan dan dinamika dunia kerja berbasis AI,” kata dia yang saat ini menempuh doktor di IPB.
Lulusan STEI ITB ini memberikan masukan kunci yaitu pemetaan peran dan keterampilan kunci di dunia kerja AI, mulai dari data engineer hingga machine learning developer. Penyusunan struktur pembelajaran modular yang fleksibel dan adaptif terhadap perkembangan teknologi.
Selain itu, penanaman nilai-nilai soft skill dan etika digital sebagai bagian dari kompetensi inti. Penguatan pendekatan microlearning dan outcome-based training agar lebih cepat menjawab kebutuhan industri. "Kami berkomitmen tidak hanya menjadi pengguna teknologi, akan tetapi juga kontributor dalam membentuk masa depan pendidikan dan sumber daya manusia digital Indonesia," kata dia.