REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Praktik pengoplosan beras premium dengan kualitas rendah saat ini mendapat sorotan. Namun, petani selaku produsen gabah, mengaku tak tahu menahu tentang praktik curang tersebut.
Salah seorang petani di Desa Pekandangan, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, Wirsad mengatakan, saat ini sawahnya baru memulai masa tanam untuk musim tanam gadu (kemarau) 2025. Ia menyebutkan umur tanaman padinya baru satu minggu.
“Panen rendeng sudah selesai,” ujar Wirsad, saat ditemui Republika di areal sawah miliknya di Desa Pekandangan, Senin (14/7/2025).
Wirsad menyebutkan, saat panen rendeng 2024/2025 (penghujan) kemarin, hasilnya mencapai 14 ton untuk lahan dua bau (1 bau = 0,7 hektare) yang ditanamnya. Menurutnya, hasil panen itu lebih tinggi dibandingkan biasanya yang hanya 10-11 ton per dua bau.
Wirsad mengatakan, gabah hasil panennya dihargai Rp 7.000 per kilogram, lebih tinggi dibandingkan harga pembelian pemerintah (HPP) yang mencapai Rp 6.500 per kilogram. Gabah tersebut dijualnya langsung ke tengkulak. "Saya langsung jual gabah basah," katanya.
Saat ditanyakan mengenai adanya pengoplosan beras premium yang ramai diberitakan, Wirsad mengaku tidak mengetahuinya. Ia memastikan, petani hanya menjual gabah kepada tengkulak. “(Soal pengoplosan) tidak tahu menahu. Pokoknya petani hanya jual gabah saja, tidak tahu selanjutnya gabah itu dikemanakan atau diproses seperti apa,” kata Wirsad.
Seperti diketahui, Kementan membongkar praktik pengoplosan beras premium dengan kualitas rendah. Hasil investigasi Kementan bersama tim pengawasan pangan di sejumlah wilayah menemukan beras bermerek dijual dengan harga premium. Namun isinya ternyata campuran dengan beras medium atau tidak sesuai standar mutu beras premium.
Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman menegaskan tidak akan memberi toleransi terhadap pelaku pengoplosan. “Kami akan menindak tegas praktik seperti ini. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap petani, konsumen, dan juga semangat swasembada pangan,” kata Amran, dalam rilis yang diterima Republika, Senin (14/7/2025).
Sesuai standar mutu beras yang diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020, beras premium berkadar air maksimal 14 persen, butir kepala minimal 85 persen dan butir patah maksimal 14,5 persen.
Tak hanya di SNI, peraturan mutu beras juga turut diperkuat oleh peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras, serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31/PERMENTAN/PP.130/8/2017 tentang Kelas Mutu Beras.
“Sangat kami sayangkan, sejumlah perusahaan besar justru terindikasi tidak mematuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Masyarakat membeli beras premium dengan harapan kualitasnya sesuai standar, tetapi kenyataannya tidak demikian. Kalau diibaratkan, ini seperti membeli emas 24 karat namun yang diterima ternyata hanya emas 18 karat,” papar Amran