REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR — Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, mencatat angka perceraian di daerah itu menurun yakni dari 3.945 di 2024 menjadi 3.159 pada 2025. Ini di antaranya berkat upaya mediasi yang digencarkan PA setempat.
Hakim sekaligus Juru Bicara PA Kabupaten Cianjur Ahmad Yani mengatakan mayoritas kasus perceraian dipicu masalah ekonomi yang berkaitan erat dengan judi online sehingga perempuan mengajukan gugatan.
"Sepanjang 2025, dari Januari hingga Agustus kami menerima 3.159 permohonan perceraian, 2.889 perkara sudah diputus, menurun dibandingkan 2024 yang mencapai 3.945 kasus," katanya, Rabu (10/9/2025).
Mayoritas gugat cerai diajukan pihak istri dengan rentang usia pasangan rata-rata 25 hingga 50 tahun. Sedangkan untuk permohonan cerai talak dinilai cukup rendah, sehingga berbagai upaya dilakukan termasuk mediasi agar kedua belah pihak kembali rujuk.
Sebagian besar yang menjalani mediasi tetap memilih bercerai karena persoalan ekonomi namun dalam persidangan disebutkan terungkap bahwa sumber masalah karena suami kecanduan judi online, sehingga istri mengajukan gugatan.
“Tidak hanya judi online gugat cerai diajukan karena berbagai hal lain termasuk ketimpangan penghasilan, dimana istri bekerja dan memiliki penghasilan tetap sedangkan suami tidak, sehingga saat mediasi istri tetap minta cerai," katanya.
Pasangan yang mengajukan permohonan, mengakui persoalan utama ketika sang suami kecanduan judi online sehingga merusak kondisi keuangan keluarga, terlebih selama ini lebih dominan istri yang mencari uang atau bekerja.
Bahkan setelah beberapa kali dilakukan mediasi, pasangan yang mengajukan permohonan tetap bercerai karena tidak ada lagi kepercayaan dari istri yang setiap hari bekerja dan memiliki penghasilan tetap, sehingga proses perceraian diputuskan.
"Meski angkanya menurun, namun posisi Cianjur masih berada di peringkat kedua perceraian tertinggi di Jabar setelah Kota Depok, bahkan tahun lalu sempat tertinggi nomor satu di Jabar," katanya.
Untuk terus menekan angka perceraian, tambah dia, sosialisasi dan edukasi dampak buruk judi online melibatkan petugas di Kementerian Agama dan tokoh alim ulama dilakukan selain mediasi, sehingga tidak ada lagi pasangan yang mengajukan permohonan bercerai karena faktor ekonomi.
“Ini merupakan tugas bersama, memberikan edukasi dan sosialisasi dampak buruk dari judi online, sehingga pasangan suami istri tepatnya suami untuk menjauhi hal tersebut agar keuangan keluarga tidak terganggu dan keluarga tetap utuh," katanya.