REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, membuat gerakan rereongan sapoe sarebu (poe ibu) atau gerakan bersama satu hari seribu. Berbagai reaksi pun ditunjukkan oleh masyarakat terkait kebijakan ini.
Sejumlah warga, bahkan mengungkapkan keberatannya terkait gerakan yang menyasar kalangan aparatur sipil negara (ASN), siswa sekolah hingga masyarakat umum.
Salah seorang warga Kota Bandung Rivaldi (23 tahun) mengaku keberatan dengan gerakan sehari seribu bagi ASN, siswa sekolah atau masyarakat umum. Sebab yang berkewajiban membantu masyarakat tidak mampu adalah pemerintah.
"Menurut saya tidak etis karena seharusnya kewajiban membantu masyarakat tidak mampu adalah pemerintah, bukan malah minta dari masyarakat lagi, jadi kaya uang dari masyarakat, pemerintah yang memberi untuk masyarakat tidak mampu," ujar Rivaldi, Sabtu (4/10/2025).
Keberatan itu, ia sampaikan mengingat warga sudah dibebani oleh pajak. Termasuk saat ini dibebani donasi Rp 1.000 per hari yang dianggap keberatan. "Masyarakat juga sudah dibebankan pajak, sekarang tambah lagi ada kaya urunan 1000, keberatan kalau saya. Harusnya dikaji ulang," kata dia.
Salah seorang warga Bekasi, Yolanda (27 tahun), juga tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Pasalnya, kebijakan itu dinilai memiliki potensi penyelewengan yang sangat besar. Apalagi, tidak ada kejelasan penggunaan uang yang dikumpulkan dari masyarakat itu "Karena kita nggak tau itu ke mana sumbernya," kata perempuan yang biasa berjalan daging ayam itu kepada Republika, Senin (6/10/2025).

Menurut dia, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan warga. Ia menilai, mengatasi permasalahan sosial bukan merupakan kewajiban warga. Apalagi, warga juga sudah membayar berbagai jenis pajak kepada pemerintah untuk mengatasi permasalahan sosial yang ada. "Kenapa harus minta dari rakyat, nggak dari anggaran pemerintah?" kata dia.
Warga Bekasi lainnya, Farhan (33), juga tidak setuju untuk menyumbangkan uangnya kepada pemerintah. Menurut dia, kebijakan itu sama seperti pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh pemerintah.
"Nggak setuju, karena itu seperti pungli," ujar warga Bekasi itu. Ia juga menyoroti penggunaan dana sumbangan yang ditarik dari masyarakat itu. Belum ada kejelasan mengenai tujuan dari sumbangan itu.
Farhan mengaku bakal setuju apabila uang itu digunakan untuk memberikan subsidi transportasi umum kepada masyarakat. Pasalnya, selama ini masyarakat masih harus membayar biaya transportasi umum yang tinggi. "Kita kan sekarang malah disubsidi sama Jakarta untuk transportasi, pakai Transjabodetabek," kata dia.