REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG BARAT -- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Jawa Barat (Jabar) menyebutkan terjadi lonjakan peredaran rokok ilegal dalam tiga tahun terakhir. Hal itu memicu lesunya cukai hasil tembakau (CHT) baik di tingkat nasional ataupun regional sehingga berdampak terhadap penerimaan negara.
Hal itu disampaikan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Bea dan Cukai Jabar Finari Manan usai melakukan pemusnahan 6.846.208 batang rokok ilegal, rokok elektrik sebanyak 37 ribu ml, dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA) 360 botol senilai Rp10.070.421.180 dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 5.158.643.228 di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jabar, Rabu (29/10/2025).
"Tahun 2023 kita berhasil melakukan penindakan rokok ilegal di Jawa Barat sebanyak 59 juta batang rokok, tahun 2024 meningkat menjadi 62 batang rokok dan sampai hari ini kita sudah melakukan penindakan 80 juta barang rokok. Jadi dalam tiga tahun terakhir ini memang terus meningkat," ujar Finari.
Peredaran rokok ilegal masih terjadi di wilayah Purwakarta, Cirebon, Bandung, Bogor dan Tasikmalaya. Menurut Finari, ada sejumlah faktor yang menyebabkan peredaran rokok ilegal di Jabar terus melonjak. Di antaranya harga yang memang jauh lebih murah dibandingkan dengan rokok resmi yang sudah dilengkapi dengan pita cukai.
"Namun harus diatensi ketika masyarakat membeli rokok ilegal itu tidak bayar cukai. Padahal cukai itu untuk penerimaan negara, penerimaan negara di Jawa Barat untuk kesejateraan masyarakat sehingga 1 rupiah pun sangat berharga," kata dia.
Menurut Finari, Jabar menjadi semacam surga bagi para pelaku usaha ilegal rokok tanpa pita cukai untuk mengirimkan dan mengedarkan produk ilegalnya. Jabar, menjadi wilayah perlintasan hingga lumbung pasar menjanjikan untuk peredaran rokok ilegal tersebut.
"Jawa barat ini tempat perlintasan, tempat pemasaran dan rokonya kebanyakan dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di Jawa Barat kami belum menemukan tempat produksi (rokok ilegal)," kata dia.
Ada beragam modus yang dilakukan para pengusaha rokok ilegal untuk mendistribusikan. Seperti menggunakan truk, kendadaan pribadi, menggunakan jasa titipan hingga lewat marketplace. "Jadi berbagai macam modus yang dilakukan dan pemasarannya dilakukan di berbagai tokok warung yang kita lihat semakin marak dalam tiga tahun terakhir," kata Finari.
Finari melanjutkan, selama Januari sampai September 2025, DJBC Jawa Barat berhasil melakukan 1.875 penindakan dengan jumlah 76,2 juta batang rokok illegal dengan perkiraan nilai Rp114,29 miliar. "Di kurun waktu yang sama juga telah dilakukan 18 penyidikan atas pelanggaran pidana cukai, yang 12 diantaranya sudah dinyatakan lengkap dan telah dilimpahkan ke kejaksaan," kata dia.
Dalam proses penyelesaian perkara pelanggaran di bidang cukai, Bea Cukai menerapkan ultimum remedium (UR), yaitu penggunaan hukum pidana Indonesia sebagai sebuah jalan akhir dalam penegakan hukum di bidang cukai. Dimana sanksi pidana baru akan diterapkan jika pelanggaran tidak dapat diselesaikan dengan sanksi administrasi berupa denda dengan tujuan agar pelaku jera dan tidak mengulangi perbuatan yang sama.
"Selama periode 1 Januari-30 September 2025, Kantor Wilayah DJBC Jawa Barat mencatatkan perkara UR sebanyak 122 perkara dengan nilai Rp5,3 miliar," katanya.
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Provinsi Jawa Barat, Benny Bachtiar, mengatakan pemerintah terus gencar menindak peredaran rokok ilegal dari berbagai daerah yang beredar di Jawa Barat. "Tentunya akan terus bergerak menindak peredaran rokok ilegal, karena potensi kerugian negara akan luar biasa besar. Tidak bisa sekali dua kali, harus terus menerus dilakukan," kata Benny.