REPUBLIKA.CO.ID, Menjadi tulang punggung keluarga mendorong Ani Rimalawati (50 tahun) memutar otak untuk mencari penghasilan. Usaha kuliner menjadi pilihan ibu rumah tanggal asal Kota Cimahi itu.
Berbekal keikutsertaan dalam komunitas ibu-ibu yang senang berwirausaha, Ani memulai usahanya pada 2018. Ibu tiga anak itu memilih produk penganan yang dinilainya masih terbilang jarang, yaitu keripik berbahan utama daging kelapa. Namun, usaha keripik kelapa ini tak selalu membuahkan penghasilan setiap hari. Karenanya, sembari usaha keripik, ia mencari sumber penghasilan lain dengan menjual masakan rumahan.
Masakan rumahan itu dijual Rp 3.000 per plastik. Ani menitipkan masakannya ini kepada tetangganya yang berjualan keliling. Pendapatan usahanya ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, sejak berpisah dengan suaminya lima tahun lalu, Ani juga membutuhkan uang untuk biaya sekolah anak ketiganya, yang saat ini berusia 16 tahun. “Saya terdorong membanting tulang untuk biaya anak-anak sekolah,” ujar dia, Kamis (28/1).
Namun, perkembangan usaha keripik kelapa Ani berjalan lamban. Ia mengaku kesulitan menjual produknya di warung-warung. Untuk produksinya pun dirasa tidak mudah dengan kemampuannya yang terbatas. Ani pun kesulitan permodalan. “Karena mungkin saya pemula, terbentur kurang pengalaman, produk keripik kelapa kurang diminati pasar dan kurang berkembang,” katanya.
Kendati demikian, Ani tak menyerah. Secara perlahan ia mulai berbenah agar usahanya bisa tetap berjalan. Salah satunya dengan mengubah cara memproduksi keripik kelapa, dari semua digoreng menjadi dipanggang. Ani, yang tergabung dalam komunitas pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) binaan Dinas Perdagangan Koperasi UKM dan Perindustrian Kota Cimahi, juga berusaha menambah ilmu berdagang dengan ikut serta dalam pelatihan-pelatihan wirausaha yang diadakan oleh dinas terkait.
Di tengah upayanya itu, Ani didaftarkan oleh pihak dinas untuk mendapatkan bantuan dana usaha dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Cimahi. Setelah dinyatakan memenuhi persyaratan, ia mendapatkan bantuan dana mencapai sekitar Rp 2 juta-3 juta. Dana itu digunakannya untuk membeli peralatan produksi. “Saya dapat bantuan dari Baznas bulan Desember 2019. Saya belikan oven dan lain-lainnya,” ujar dia.
Tiga bulan berjalan setelah mendapat bantuan dari Baznas, Ani mengaku usaha keripik kelapanya mengalami kemajuan, bahkan terus berkembang. Produk keripik kelapanya sudah bisa dijual sejumlah toko oleh-oleh, rest area, dan juga di salah satu perusahaan BUMN dengan menggunakan sistem konsinyasi. Salah satu produk keripik kelapanya dengan berat 65 gram dijual Rp 10 ribu.
Nahas, di tengah usahanya yang tengah berkembang, pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada awal Maret 2020. Usaha Ani ikut terdampak. Tingkat penjualannya menurun lantaran toko oleh-oleh yang menjual produknya tutup. Kondisi itu akhirnya memaksa Ani menghentikan usaha keripik kelapanya. “Kita sudah ngeluarin modal banyak, tapi produk tidak terjual,” katanya.
Ani sempat kebingungan karena usaha keripiknya berhenti. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia mengandalkan hasil jualan makanan rumahan. Di tengah kebingungan itu, ia berupaya terus menjalin komunikasi dengan Banzas Kota Cimahi untuk membahas kelangsungan usahanya yang terdampak pandemi, dan berusaha mencari solusi.
Hingga akhirnya Ani terpikir membuat produk olahan lain, yaitu ladu ketan. Berbekal pengalaman belajar membuat ladu ketan dari sang bibi di Sumedang, ia memberanikan diri untuk memproduksi penganan berbahan utama beras ketan itu. Produknya dipasarkan dengan jenama “Dapur Omanie”. Awalnya ia menawarkan ladu ketan ini kepada temannya. “Ternyata ladu itu responsnya bagus, banyak yang pesan lagi. Alhamdulillah, sampai sekarang ladu masih bertahan, meski sistem PO (pre-order), tidak bikin tiap hari,” ujar dia, yang sejak satu tahun lalu sudah memiliki pendamping hidup kembali.
Ladu ketan itu dijual per rol dengan panjang 15 sentimeter dan berat 120 gram. Harganya Rp 5.000. Saat ini, Ani mengaku produk ladu ketannya sudah bisa dijual ke berbagai daerah, seperti Cimahi, Purwakarta, bahkan sampai ke Pasuruan, Jawa Timur. Ia pun membuka sistem reseller, dan kini sudah ada sepuluh orang di Cimahi yang bekerja sama dengannya. “Saya jalankan usaha ladu ketan karena potensinya besar,” ujar dia.
Di sela-sela berjualan, Ani bersama teman-teman pelaku UMKM mendapat dorongan dari Baznas untuk menambah pengalaman. Seperti dengan mengikuti kompetisi bisnis pada akhir tahun lalu. Ia juga berharap Baznas dapat terus memberikan dukungan terhadap para pelaku UMKM. Seperti melibatkan pelaku UMKM dalam kegiatan atau pameran yang digelar Baznas. Dengan begitu, diharapkan produk UMKM bisa makin dikenal luas. “Harapan ke depan bisa ditingkatkan lagi dukungan Baznas, bisa memercayai kita para UMKM agar para UMKM bisa tumbuh berkembang dan membuka jaringan,” kata Ani.
Sekretaris Baznas Kota Cimahi Agus Hendra mengatakan, Ani merupakan salah satu pelaku UMKM di Kota Cimahi yang mendapatkan bantuan ekonomi dari Baznas. Tahun lalu, Baznas Kota Cimahi pun memberikan bantuan kepada 15 pelaku usaha. Baznas pun memberikan pembinan dan pendampingan kepada pelaku UMKM, bekerja sama dengan Dinas Perdagangan Koperasi UKM dan Perindustrian Kota Cimahi. Namun, diakuinya, kondisi pandemi Covid-19 berdampak besar terhadap kelangsungan usaha mereka. “Terkena dampak pandemi, banyak yang gulung tikar. Mereka sulit bangkit karena aktivitasnya dalam bentuk pedagang kaki lima. Yang bertahan itu yang orderan dan (berjualan) melalui Instagram atau media sosial seperti Facebook,” ujarnya.
Kepada para pelaku UMKM yang terdampak pandemi ini, Agus mengatakan, Baznas Kota Cimahi berupaya terus memberikan motivasi dan pembinaan agar mereka tidak menyerah. Dukungan yang sifatnya teknis dilakukan Dinas Perdagangan Koperasi UKM dan Perindustrian Kota Cimahi. “Mereka tahu jalan peluang, opportunity dan solusinya dalam menjalankan usaha agar tetap berjalan dengan lancar,” kata Agus.