Senin 01 Feb 2021 08:41 WIB

Epidemiolog Usul Penerapan PSBB Sedang Hingga Berat

Penerapan PSBB dengan check point agar masyarakat keluar-masuk melalui pemeriksaan.

ilustrasi pelanggaran psbb
Foto: Antara/Feny Selly
ilustrasi pelanggaran psbb

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono menyarankan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sedang atau berat untuk mengendalikan kasus Covid-19. Di berbagai daerah, dia mengatakan, perlu ada check point sehingga masyarakat yang keluar-masuk melalui pemeriksaan. 

Dia juga mengusulkan agar denda bagi pelanggar protokol kesehatan diperberat. "Denda jangan tanggung-tanggung, Rp250 ribu tuh tanggung. Rp5 juta, Rp10 juta, seperti di Inggris semua masyarakatnya takut," ujarnya dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (1/2).

Baca Juga

Saat ini, pemerintah memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Konsultasi Pembangunan Kesehatan (LK2PK) dr Ardiansyah Bahar mengatakan, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) adalah upaya untuk mengurangi mobilisasi masyarakat.

"Apapun namanya, prinsip ini harus dilakukan agar mengurangi penularan di masyarakat," kata dia.

Bila kebijakan PPKM dijalankan dengan baik dan program vaksinasi sukses maka akan berdampak pada penurunan kasus, bahkan menghentikan. "Tentunya harus didukung oleh kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan," kata Ardiansyah.

Karena itu, ia mendorong masyarakat agar mendukung semua kebijakan dari pemerintah dalam upaya mencegah penularan Covid-19. "Sense of crisis tentu menjadi hal utama yang harus dimiliki oleh masyarakat mengingat kondisi pandemi yang belum berakhir, bahkan bisa dikatakan memburuk dengan semakin bertambahnya beban fasilitas pelayanan kesehatan dalam menangani pasien Covid-19," kata Ardiansyah.

Epidemiologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada dr Riris Andono Ahmad mengatakan, seiring berjalannya waktu kewaspadaan cenderung menurun. "Dengan semakin bertambahnya waktu, sense of crisis akan semakin merendah, itu tidak selalu diingatkan, tentu juga akan hilang. Orang harus diingatkan ada konsekuensi dari setiap tindakannya," kata dia.

Per Minggu, 31 Januari, total kasus positif Covid-19 di Indonesia sudah sebanyak 1.078.314. Menurut Riris, ketika transmisi virus tinggi, tidak bisa hanya bertumpu pada protokol kesehatan 3M, yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.

Riris mengibaratkan dengan hujan, ketika sudah sangat deras, orang yang menggunakan payung pun akan basah. Karena itu, ia mengatakan, jangan keluar agar tidak basah.

Menurut dia, protokol kesehatan 3M menjadi tidak memadai ketika kasus positif Covid-19 sedang tinggi-tingginya. Masyarakat wajib mengurangi mobilitas agar terhindar dari virus.

"Karena yang membuat virus menular kan mobilitas manusia. Semakin tinggi mobilitas, virus akan semakin bisa menular," katanya.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement