Selasa 02 Feb 2021 08:42 WIB

Demokrat Sebaiknya Buka Lima Tokoh yang Ingin 'Kudeta' AHY

Manuver untuk mengambil kekuasaaan AHY dilakukan oleh kader dan mantan kader.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti memberikan keterangan pers di kantor DPP Partai Demokrat , Jakarta, Senin (1/2/2021). AHY menyampaikan adanya upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa, di mana gerakan itu melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkaran kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti memberikan keterangan pers di kantor DPP Partai Demokrat , Jakarta, Senin (1/2/2021). AHY menyampaikan adanya upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa, di mana gerakan itu melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkaran kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, Partai Demokrat sebaiknya menjelaskan secara terbuka tokoh-tokoh yang ingin mengambil kekuasaan dari Agus Harmurti Yudhoyono (AHY). Sebelumnya, Demokrat menyatakan gerakan dan manuver politik yang dilakukan lima tokoh. 

"Menurut saya sih ya harus dijelaskan secara terbuka siapa saja tokoh itu dan menurut saya, ya, diberikan sanksi tegas lah kalau memang kader aktif, dikembalikan kepada AD/ART, apa dikasih surat peringatan, dan kalau ada proses hukum di sana ya diproses saja secara hukum," kata dia kepada Republika.co.id, Senin (1/2).

Baca Juga

Qodari mengatakan, dinamika yang terjadi tersebut didominasi oleh mayoritas kader Partai Demokrat, baik yang sudah keluar maupun yang masih menjabat. Terbukti, adanya empat orang kader Partai Demokrat yang diduga terlibat serta satu orang berasal dari kalangan Istana.

Demokrat menyatakan lima orang yang melakukan manuver atau gerakan, yakni satu orang kader aktif, satu anggota Partai Demokrat yang sudah tidak aktif, satu mantan kader yang sudah meninggalkan partai karena kasus korupsi, satu mantan kader yang meninggalkan partai tiga tahun lalu, dan non-kader partai. 

Adanya manuver dari dalam internal, ia mengatakan, Partai Demokrat harus bisa menyelesaikan persoalan tersebut. "Jadi, kalau misalnya orang dekat Istana itu berhenti, gerakan semacam ini belum tentu berhenti karena dia berasal dari dalam. Jadi apinya harus dipadamkan sendiri oleh Partai Demokrat di dalam ya. Entah bagaimana caranya entah dengan komunikasi silaturahmi, akomodasi atau kemudian dipecat dan diproses hukum," kata dia. 

photo
Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari. - (dokumentasi Republika/Arif Satrio Nugroho)

Ia juga mengatakan, adanya gerakan politik menunjukkan kekuasaan AHY sebagai ketua umum Partai Demokrat tidak bulat. Sebab, gerakan politik itu kurang dari setahun setelah AHY menjabat ketua umum Partai Demokrat.

"Jadi, kalau belum setahun sudah ada gerakan politik itu menandakan kekuasaan di Demokrat tidak bulat," kata Qodari.

Ia mengatakan, klaim yang disampaikan AHY pada Senin (1/2) siang soal dugaan kudeta terhadap dirinya dari kursi ketua umum justru memunculkan keheranan. Sebab, ia mengatakan, AHY menang aklami pada kongres. 

Ia pun mempertanyakan kemenangan aklamasi yang diklaim Partai Demokrat pada kongres 2020. Qodari mengatakan, seharusnya kalau baru terpilih dan menang secara aklamasi tidak ada gerakan politik.

"Berarti aklamasinya Partai Demokrat pada tahun lalu, Maret 2020, itu sebetulnya bukan aklamasi yang sejati. Kalau aklamasi yang sejati, yang alamiah, itu terjadi ketika ada satu tokoh yang dianggap sangat kuat, sangat legitimate gitu, ya, sangat tepat untuk menjadi ketua umum dan diterima oleh semuanya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement