Rabu 17 Feb 2021 06:42 WIB

Dua Mantan Menteri Dinilai Layak Dituntut Mati

Penyuap Juliari Batubara segera disidang di PN Tipikor

Rep: Wahyu Suryana, Rizkyan Adiyudha/ Red: Ilham Tirta
Tersangka mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (29/1/2021). Juliari Batubara diperiksa terkait kasus dugaan suap pengadaan Bantuan Sosial (bansos) penanganan COVID-19.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Tersangka mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (29/1/2021). Juliari Batubara diperiksa terkait kasus dugaan suap pengadaan Bantuan Sosial (bansos) penanganan COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif mengatakan, kejahatan korupsi pada masa darurat kesehatan seperti pandemi sangat merugikan. Karena itu, ia berpendapat, mantan menteri sosial Juliari P Batubara dan mantan menteri kelautan dan perikanan Edhy Prabowo seharusnya dihukum seberat-beratnya.

"Bagi saya, kedua mantan menteri yang melakukan perbuatan korupsi layak dituntut pasal pemberatan pada pidana mati," kata Edward dalam seminar yang digelar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (16/2).

Edward menuturkan, ada paling tidak dua alasan pemberat bagi kedua orang itu, yakni mereka korupsi dalam keadaan darurat dan dalam kondisi memegang jabatan. Juliari dan Edy ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelang akhir 2020. Edhy ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait perizinan tambak, usaha, dan/atau pengelolaan perikanan, atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 pada Rabu (25/11). Selain Edhy, KPK juga menetapkan enam orang lainnya sebagai tersangka kasus tersebut.

Sementara, Juliari ditetapkan sebagai tersangka penerima suap terkait bantuan sosial (bansos) bagi warga Jabodetabek yang terdampak pandemi Covid-19. Selain Juliari, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya, yaitu pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemensos Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, pihak swasta Harry Van Sidabukke (HS), dan Direktur PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja.

Pada Selasa (16/2), KPK melimpahkan berkas perkara dua tersangka suap bansos, Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja, ke Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat. "Hari (Selasa) ini jaksa KPK Yosi Andika Herlambang melimpahkan berkas perkara terdakwa Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja dalam perkara dugaan korupsi bansos Kemensos tahun anggaran 2020," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri.

Ali mengatakan, penahanan para terdakwa tersebut beralih dan menjadi kewenangan PN Tipikor. Tim jaksa penuntut umum (JPU) KPK selanjutnya menunggu penetapan majelis hakim yang akan memimpin persidangan dan penetapan sidang pertama. "Agenda sidang pertama adalah pembacaan surat dakwaan," kata Ali.

Para terdakwa masing-masing didakwa dengan dakwaan pertama Pasal 5 Ayat (1) huruf b UU Tipikor juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Atau pasal kedua, Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam kasus itu, Harry Sidabukke berperan sebagai penyuap. Dalam rekonstruksi perkara, dia dijelaskan telah memberi suap ke beberapa orang, termasuk kepada mantan mensos Juliari. Politikus PDI Perjuangan itu disebut menerima suap Rp 17 miliar dari fee pengadaan bansos sembako di Jabodetabek.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement