Kamis 18 Feb 2021 11:33 WIB

Wagub Jabar: Klaster Pesantren tidak Banyak

Wagub Jabar sebut penyebaran Covid-19 di lingkungan pesantren tak terlalu signifikan

Rep: Bayu Adji P/ Red: Esthi Maharani
Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum meninjau penanganan klaster penyebaran Covid-19 di Pesantren Persin 67 Benda, Kota Tasikmalaya, Kamis (18/2).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum meninjau penanganan klaster penyebaran Covid-19 di Pesantren Persin 67 Benda, Kota Tasikmalaya, Kamis (18/2).

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Klaster penyebaran Covid-19 di lingkungan pesantren di Jawa Barat (Jabar) terus bermunculan. Terbaru, ratusan santri dan pengajar di Pesantren Persis 67 Bends Kota Tasikmalaya dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19.

Wakil Gubernur (Wagub) Jabar, Uu Ruzhanul Ulum mengatakan, penyebaran Covid-19 di lingkungan pesantren tak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan jumlah pesantren yang ada. Menurut dia, secara presentase hanya 0,02 persen dari keseluruhan pesantren di Jabar yang muncul kasus Covid-19.

"Klaster pesantren tidak banyak, hanya beberapa titik. Dari 100 persen pondok pesantren yang mengadakan proses belajar mengajar hanya 0,02 persen yang ada kasus seperti ini," kata dia di Tasikmalaya, Kamis (18/2).

Ia menyebutkan, terdapat sekira 17 ribu pesantren di Jabar dengan total santri sekira 4,3 juta. Namun, kasus Covid-19 di lingkungan pesantren hanya muncul di Kuningan, Tasikmalaya, Cianjur, dan Garut. Menurut dia, tak ada kasus klaster pesantren di luar daerah tersebut.

Kendati demikian, berdasarkan catatan Republika, klaster pesantren di Tasikmalaya bukan baru pertama muncul. Baik di kabupaten maupun kota, sejumlah pesantren telah menjadi klaster penyebaran Covid-19.

Sebelum kasus di Pesantren Persis 67 Benda Kota Tasikmalaya, Pesantren Al Kautsar di Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, juga menjadi klaster penyebaran Covid-19 pada Januari. Jauh sebelum itu, sejumlah pesantren di Kabupaten/Kota Tasikmalaya juga telah lebih dulu menjasi klaster penyebaran Covid-19. Di Kabupaten Garut, beberapa pesantren juga sempat menjadi klaster penyebaran Covid-19.

Namun, Uu menilai, para pengurus pesantren telah menjalankan tugasnya dengan baik dalam menjaga protokol kesehatan (prokes). "Adapun kejadian seperti di sini (Pesantren Persis), sudah di luar kendali. Sebab, prokes dilakukan maksimal, tapi Allah yang menentukan," ujar dia.

Ia mengatakan, penanganan klaster pesantren tak bisa dilakukan hanya dengan saling menyalahkan. Apalagi sampai menyalahkan pihak pesantren. "Saya tidak suka, karena di pesantren banyak kiai dan ulama yang kita harus hormati. Kita harus cari solusi," kata dia.

Untuk mencegah munculnya kembali kasus Covid-19 di lingkungan pesantren, Uu mengatakan, pihaknya akan mengadakan rapat dengan kiai dab ulama untuk mengingatkan kembali tentang penerapan prokes. Ia menilai, dari sejumlah pesantren yang menjadi klaster penyebaran Covid-19 yang didatanginya, kasus muncul karena pihak pesantren mulai teledor dalam penerapan prokes. "Tidak melakukan dengan prokes ketat," kata dia.

Uu menambahkan, satgas penanganan di kabupaten/kota juga mesti aktif melakukan sosialisasi dan inspeksi ke pesantren. Dengan begitu, penerapan prokes dapat selalu terpantau.

"Saya juga ingatkan para santri untuk tetap taat prokes. Santri harus jadi pelopor kesehatan. Izin untuk pesantren (beraktivitas) akan terus diberikan," kata dia.

Berdasarkan data terakhir dari Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, setidaknya terdapat 383 orang di lingkungan pesantren itu yang terkonfirmasi positif Covid-19. Sebanyak 333 orang merupakan santri dan 50 pengajar dan karyawan pesantren. Mereka yang terkonfirmasi positif diisolasi tersebar di sejumlah tempat, yaitu 110 orang di Hotel Crown, 55 orang di Rumah Sakit Dewi Sartika, lima orang di RSUD dr Soekardjo, 175 orang di pesantren, satu orang di RSHS, satukrang di Puskesmas Lakbok Ciamis, tiga orang telah pulang, dan 32 orang isolasi mandiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement