Rabu 24 Feb 2021 06:47 WIB

Oknum Polisi Pemasok Senjata KKSB Terancam Hukuman Mati

Polri diminta ungkap tuntas sampai ke pemasok utama senpi KKSB.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ilham Tirta
Personel Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang beroperasi di Papua.
Foto: Istimewa
Personel Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang beroperasi di Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Sebanyak enam orang telah ditangkap dalam pengungkapan kasus terbaru jual beli senjata kepada Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB). Mereka adalah dua anggota Polri, SHP dan MRA, satu anggota TNI AD, dan tiga warga sipil.

Para pelaku dijerat dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 1951. Pasal itu mengancam mereka dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, atau minimal 20 tahun penjara.

"Polda Maluku mengapresiasi kinerja Polresta Ambon yang bergerak cepat meringkus enam orang pelaku, dan satu pelaku lainnya diamankan POMDAM XVI/Pattimura," kata Kepala Bidang Humas Polda Maluku Kombes M Roem Ohoirat, kemarin.

Ia mejelaskan,  peristiwa ini berawal dari penangkapan WT di Bintuni, Papua Barat pada Rabu (10/2). Barang bukti yang didapatkan berupa satu pucuk senjata api laras pendek jenis revolver, satu senpi laras panjang rakitan jenis SS1, dan total 600 butir peluru.

Hasil penyelidikan dan penyidikan di Polres Bintuni terungkap barang bukti tersebut didapatkan dari Kota Ambon. Kapolresta Pulau Ambon dan PP Lease dibackup Polda Maluku melakukan penyelidikan dan berhasil meringkus enam pelaku., dua di antaranya anggota polisi dan satu lainnya anggota TNI-AD aktif.

Terpisah, Kepala Polresta Pulau Ambon dan PP Lease, Maluku, Kombes Leo SN Simatupang mengatakan, senjata yang dijual oknum Polri berinisial SHP alias P kepada WT merupakan jenis laras panjang rakitan. Modusnya, mencari keuntungan pribadi.

"Dari hasil pengembangan penyelidikan dan penyidikan, ternyata SHP sudah dua kali melakukan penjualan senjata api rakitan kepada WT alias J yang tertangkap di Polres Bintuni (Papua Barat) pekan lalu," kata Leo di Ambon, Selasa (23/2).

Untuk mengungkap kasus ini, sudah dibentuk tim gabungan yang melibatkan Polri dan TNI-AD, khususnya Denpom, ditambah Densus 88 Anti Teror. Menurut Leo, tersangka SHP mengaku tidak tahu kalau senjata tersebut akhirnya dijual WT lagi kepada musuh bebuyutan aparat di Papua, KKSB.

"Dia membeli senpi rakitan laras panjang jenis SS1 dari masyarakat seharga Rp 6 juta, lalu dijual kepada WT seharga Rp 20 juta," kata dia.

Sementara, senpi laras pendek jenis revolver merupakan milik anggota Polri berinisial MRA. Dia bertugas di Polresta Pulau Ambon. Leo mengungkapkan, WT mendapat senjata tersebut dari SN, yang sampai saat ini masih dalam pengembangan penyelidikan.

MRA menyerahkan pistol revolver kepada SN yang kemudian diserahkan kepada WT. Sementara, tujuh butir peluru revolver itu berasal dari salah satu tersangka, I yang juga diserahkan kepada WT.

Beberapa alat bukti lain yang disita polisi untuk memperkuat pengungkapan kasus ini adalah satu unit sepeda motor dan dua unit telepon genggam yang dipakai para pelaku. Kemudian, buku tabungan dan kartu ATM sebuah bank yang dipakai bertransaksi.

Kabid Propam Polda Maluku, Kombes Mohamad Syaripudin mengatakan, dua oknum anggota Polri itu terancam dipecat karena telah melanggar kode etik dan ancaman hukumannya lebih dari empat tahun. “Perkara ini akan diteruskan sampai ke JPU dan dilanjutkan ke Pengadilan Negeri Ambon dan untuk dua oknum anggota Polri terancam dipecat dari kedinasannya,” kata dia, kemarin.

Sementara, Komandan Pomdam XVI/Pattimura, Kolonel CPM Johni PJ Pelupessy mengatakan, 600 butir amunisi kaliber 6,56 mm adalah milik Praka MS dari satuan Batalyon Infanteri 733 Masariku. "Tadi (Senin) malam baru kami amankan, jadi masih dilakukan pengembangan pemeriksaan apakah ada keterlibatan anggota lain terkait kepemilikan ratusan butir amunisi tersebut," kata Johni, kemarin.

Menurut dia, Praka MS bakal dikenakan hukuman tambahan berupa pemecatan dari kedinasan sebagai anggota TNI-AD. Namun, ia mengaku masih curiga dengan banyaknya jumlah amunisi yang dimiliki Praka MS. "Dari setiap kali kegiatan menembak, Praka MS mengaku mengumpulkan amunisi 200 butir selama beberapa tahun, serta tidak melibatkan rekan-rekannya, tetapi perlu diselidiki lagi 400 butir amunisi yang lain itu milik anggota yang mana," ujarnya.

Pada November 2020, tiga orang juga ditangkap terkait jual beli senjata api ke KKSB. Satu di antaranya adalah anggota Brimob Kelapa Dua, Bripka MJH. Dua orang warga sipil, termasuk satu mantan anggota TNI AD. Ketiganya ditangkap ketika hendak menjual tiga pucuk senpi jenis M16, M4, dan glock.

Ungakap tuntas

Anggota Komisi III DPR, Andi Rio Idris Padjalangi mengecam tindakan dua anggota polisi tersebut. Ia meminta Polri menindak tegas keduanya.

"Polri harus bertindak tegas kepada aparat yang diduga terlibat, apalagi jika senjata yang dijual justru digunakan untuk melukai dan mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat di Papua," kata Andi Rio, kemarin.

Politikus Partai Golkar itu meminta Polri berani menyelidiki secara lebih dalam terkait siapa pemasok senjata api tersebut. Pemasok utamanya harus ditangkap sehingga tidak ada lagi oknum Polri yang menjual senjata kepada KKSB. "Semoga ini yang terakhir dan Polri harus transparan terhadap pengembangan penyelidikan yang dilakukan," ujarnya.

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin juga meminta agar Polri  memberikan sanksi tegas terhadap dua oknum anggota kepolisian tersebut. Tindakan tegas dapat memberikan efek jera serta pembelajaran bagi aparat lainnya.

"Kami minta agar kasus ini diusut tuntas serta mengungkap semua pihak-pihak yang terlibat, tanpa terkecuali. Ini adalah masalah keamanan negara," imbaunya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement