Rabu 24 Feb 2021 06:30 WIB

KPK Klaim Punya Bukti Kuat Penyuapan Edhy Prabowo

Edhy Prabowo tantang KPK buktikan kasus suap yang menjerat dirinya.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ilham Tirta
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/2/2021). Edhy Prabowo diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/2/2021). Edhy Prabowo diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim memiliki bukti kuat terkait kasus yang menjerat mantan meteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Hal itu menyusul tantangan Edhy agar KPK mampu membuktikan dirinya telah melakukan korupsi perizinan ekspor benih lobster.

Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, KPK telah memiliki bukti atas dugaan perbuatan para tersangk. “KPK telah memiliki bukti-bukti yang kuat atas dugaan perbuatan para tersangka dalam kasus tersebut,” kata Ali saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Selasa (23/2)

Edhy Prabowo pada Senin (22/2) mengaku siap bertanggung jawab dan tidak akan lari dari perkara yang menjeratnya. Bahkan jika dihukum mati.

"Jangankan dihukum mati, lebih dari itu pun saya siap yang penting demi masyarakat saya," kata Edhy usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK.

Namun, mantan ketua partai Gerindra itu membatah tuduhan KPK terhadapnya. Begitu juga kepemilikan sejumlah barang bukti yang disita KPK seperti vila di Sukabumi, Jawa Barat.

Soal hukuman mati, Ali mengatakan, KPK menyerahkan sepenuhnya kepada majelis hakim. "Terkait hukuman tentu majelis hakimlah yang akan memutuskan," kata Ali.

Dia mengungkapkan, hingga kini proses penyidikan perkara suap perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan itu masih terus berjalan. KPK, kata dia, juga akan segera melimpahkan berkas perkara para tersangka agar dapat segera disidang di pengadilan. "Fakta hasil penyidikan akan dituangkan dalam surat dakwaan yang akan dibuktikan oleh JPU KPK," kata Ali.

KPK menetapkan Edhy sebagai tersangka terkait penetapan perizinan ekspor benih lobster pada Rabu (25/11). Edhy diyakini menerima 100 ribu dolar AS ditambah Rp 3,4 miliar yang dipergunakan untuk belanja barang mewah di Hawaii.

KPK juga mentersangkakan Staf khusus Menteri KKP Safri, Pengurus PT ACK Siswadi, Staf Istri Menteri KKP Ainul Faqih, Andreu Pribadi Misata (APM) dan Amiril Mukminin sebagai penerima. Mereka diduga telah menerima suap sebesar Rp 9,8 miliar dari Direktur PT Duta Putra Perkasa (DPP) Suharjito.

Pembelian rumah

Pada Selasa (23/2), KPK kemabli memeriksa enam orang saksi untuk Edhy Prabowo. Ali Fikri mengatakan, dua diantaranya notaris, yakni Alvin Nugraha dan Lies Herminingsih. Kemudian, satu orang mahasiswa Lutpi Ginanjar, seorang Pegawai Negeri Sipil Gelwyyn DH Yusuf, karyawan swasta Badriyah Lestari, dan Pejabat Cabang BNI Cibinong Alex Wijaya.

Meski demikian, belum diketahui informasi apa yang akan digali tim penyidik KPK dari para salsi tersebut.

Selain memeriksa Edhy dan tersangka lain, KPK pada Senin (22/2) juga memeriksa seorang karyawan swasta, Jaya Marlian terkait pembelian dua unit properti tersangka Andreau Pribadi Misata. Ali mengatakan, mereka ditanyakan soal transaksi jual beli rumah Andreau di Cilandak, Jakarta Selatan.

KPK juga memeriksa Yusuf Agustinus dan seorang petani, Zulhijar terkait pembelian rumah milik Yusuf Agustinus oleh Andreau. "Diduga sumber uang untuk pembelian kedua rumah itu dari para ekspoktir yang memperoleh izin ekspor benur tahun 2020 di KKP," kata Ali.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement