Kamis 25 Feb 2021 14:59 WIB

ICW Heran Nama Ihsan Yunus tak Ada di Dakwaan Perkara Bansos

Padahal, nama Ihsan Yunus sempat muncul dalam rekostruksi perkara.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Andri Saubani
Penyidik KPK membawa koper usai menggeledah kediaman politisi PDI Perjuangan Ihsan Yunus di Pulogadung, Jakarta Timur, Rabu (24/2/2021). Penggeledahan tersebut merupakan penyidikan kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) COVID-19.
Foto: ANTARA/Alexander Yada
Penyidik KPK membawa koper usai menggeledah kediaman politisi PDI Perjuangan Ihsan Yunus di Pulogadung, Jakarta Timur, Rabu (24/2/2021). Penggeledahan tersebut merupakan penyidikan kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Corruption Watch (ICW) mengaku heran dengan hilangnya nama politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ihsan Yunus dalam dakwaan dua pelaku suap perkara bansos Covid-19. Terdakwa penyuap dalam kasus bansos itu saat ini tengah menjalani sidang di PN Tipikor Jakarta Pusat.

"Hal ini janggal sebab dalam rekonstruksi yang dilakukan oleh KPK, nama tersebut sudah muncul," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan di Jakarta, Kamis (25/2).

Baca Juga

Kurnia mengatakan, padahal nama Ihsan Yunus sempat muncul dalam rekonstruksi perkara. Dia melanjutkan, saat itu tersangka Harry Van Sidabukke menyerahkan uang dengan total Rp 6,7 miliar dan dua sepeda Brompton kepada Agustri Yogasmara yang merupakan operator Ihsan Yunus.

Kurnia mengatakan, JPU juga tidak menjelaskan perihal siapa Agustri Yogasmara yang ada dalam surat dakwaan tersebut. Padahal, sambung dia, KPK secara gamblang menyebutkan bahwa Agustri Yogasmara adalah operator dari Ihsan Yunus dalam rekonstruksi tersebut.

Dia menekankan, dakwaan yang dibacakan JPU sudah tentu menyasar pada tindak pidana yang dilakukan Harry Van Sidabukke. Namun, ICW mempertanyakan apakah KPK menganggap uang miliaran rupiah dan sejumlah barang yang diberikan Harry kepada pihak yang disebut sebagai perantara seorang penyelenggara negara tidak dianggap sebagai perbuatan pidana.

ICW mengingatkan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP menyebutkan surat dakwaan mesti ditulis secara cermat, jelas dan lengkap. Dari kejanggalan yang ada, ICW mengingatkan kembali agar jajaran Pimpinan, Deputi maupun Direktur KPK tidak melakukan tindakan melanggar hukum.

"Misalnya melindungi atau menghalang-halangi kerja penyidik untuk membongkar tuntas perkara ini," kata Kurnia.

ICW juga meminta Dewan Pengawas (dewas) KPK mencermati proses alih perkara dari penyidikan ke penuntutan serta pembuatan surat dakwaan untuk terdakwa Harry Van Sidabukke. ICW juga meminta pemerintah serius dalam mengawasi penanganan perkara suap bansos karena berkaitan langsung dengan hajat hidup masyarakat korban pandemi Covid-19.

"Mereka telah dirusak serta dicederai oleh beberapa oknum pelaku korupsi. Maka dari itu, harapan publik tersebut mesti dijawab oleh KPK dengan tidak melakukan tebang pilih dalam menangani perkara ini," katanya.

Menanggapi hilangnya nama Ihsan Yunus, KPK mengatakan bahwa surat dakwaan dibuat berdasarkan hasil proses penyidikan. Fakta hasil penyidikan tersebut akan dikonfirmasi kepada para saksi, terdakwa dan juga barang bukti yang diperlihatkan di depan persidangan yang terbuka untuk umum sehingga kemudian menjadi fakta hukum.

"Kami mengajak masyarakat mengawasi setiap prosesnya," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri.

photo
Edhy dan Juliari Layak Dituntut Mati - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement