Rabu 03 Mar 2021 23:16 WIB

Polisi Pilih Restorative Justice di Kasus ITE Ibu dan Bayi

Kasus seorang ibu yang ditahan bersama bayinya kini sudah masuk ke proses pengadilan.

Rep: Ali Mansur/ Red: Mas Alamil Huda
Sejumlah pasal di UU ITE yang disarankan direvisi (ilustrasi)
Foto: republika
Sejumlah pasal di UU ITE yang disarankan direvisi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus seorang ibu bernama Isma Khaira (33) yang ditahan bersama bayinya kini sudah masuk ke proses pengadilan. Namun, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan, polisi akan mengedepankan restorative justice terkait ibu yang dijerat UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) itu.

Kasus ini bermula saat Isma merekam video pertengkaran seorang kepala desa di Aceh Utara. Kemudian ia mengunggahnya di akun media sosial miliknya. Namun kepala desa tersebut tidak terima dengan postingan Isma dan melaporkanya ke polisi dengan aduan pencemaran nama baik.

Selanjutnya, berdasarkan laporan kepala desa tersebut, Isma dinyatakan bersalah dan divonis tiga bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Lhoksukon. Akibatnya, Isma bersama bayinya mulai masuk penjara sejak tanggal 19 Februari 2021 lalu.

"Yang jelas setelah keluar surat edaran kapolri nomor dua masalah-masalah yang berhubungan dengan interpersonal, yang berhubungan dengan UU ITE, Polri akan mengedepankan restorative justice, membuka ruang mediasi seluas-luasnya," tegas Rusdi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (3/3).

Lebih lanjut, kata Rusdi, kalau proses mediasi tidak tercapai maka tetap dilakukan penegakan hukum tetapi tidak dilakukan penahanan oleh Polri. Jadi, proses tetap berjalan tapi tidak dilakukan penahanan. Menurutnya, hal ini bagian Polri betul-betul menempatkan penegakan hukum itu jadi proses paling akhir. 

"Jadi proses mediasi yang akan dikedepankan dalam menangani kasus-kasus yang berhubungan UU ITE apalagi hanya masalah personal saja," kata Rusdi.

Namun, Rusdi menegaskan, jika ada pelanggaran hukum yang sudah berdampak nanti terhadap memecah belah bangsa, akan menimbulkan konflik horizontal di tengah-tengah masyarakat, maka Polri akan menindak tegas semuanya. Hal ini berbeda dengan kssus-kasus yang berhubungan interpersonal.

"Kalau sudah memecah bangsa, memecah belah, ganggu ketertiban umum, polri akan tindak tegas," tegas Rusdi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement